Kamis, 12 Juli 2012

Nasionalisme vs Liberalisme menuju Indonesia yang berdaulat


24 Februari 2011 kemarin, Universitas Prof. Dr. Moestopo (B)  menyelenggarakan diskusi mahasiswa dengan tema “Diskusi Ideologis, Nasionalisme vs Liberalismee, Menuju Indonesia yang Berdaulat” sebagai langkah awal pra-pertemuan Badan Ekseskutif Mahasiswa se-nusantara. Pembicara diskusi tersebut adalah Bung Usmar Ismail Staf Purek III Bidang Kemahasiswaan Moestopo , Bung Ton Abidillah dari Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah, Bung Parlindungan Simarmata dan Bung Muh. Qozim Amirullah ketua Himpunan Mahasiswa Islam (MPO).
Dalam permulaan diskusi, Bung Usmar menyampaikan bahwa nasionalisme merupakan suatu paham lebih mendahulukan kepentingan nasional dibanding kepentingan golongan dan individu. Dalam membangun negara dan bangsa Indonesia ini, beliau mengungkapkan bahwa Soekarno menerapkan kemandirian ekonomi, budaya dan ideologis. Kemandirian ideologis merupakan salah satu hal yang paling penting karena tanpa adanya ideologis maka kita akan berjiwa apatis atau oportunis. Jelas hal yang demikian bukanlah hal yang menguntungkan untuk mengembangkan jiwa nasionalis, apalagi bagi para mahasiswa. Di akhir pembicaraannya,  ia berpesan bahwa yang diperlukan untuk menjadi aktivis mahasiswa adalah ilmu dan pengetahuan, kepribadian serta moral sebagai landasan atas tindakan yang mereka lakukan.
Selanjutnya Bung Ton, meilihat nasionalisme dari istilahnya, bahwa isme merupakan suatu paham, gagasan dari tingkatan teori hingga operasionalisasi. Sedangkan nasionalisme adalah bagaimana kita memandang bangsa Indonesia dengan segala unsur yang ada di dalamnya untuk dioperasionalisasikan. Menurutnya ada tiga landasan yang bisa menjadi acuan bagi operasionalisasi negara dan bangsa Indonesia adalah teks Proklamasi 17 Agustus 1945, Pancasila dan UUD 1945.
Menurut Ton yang menjadi permasalahan bangsa Indonesia saat ini dapat dibedakan menjadi dua permasalahn, yaitu pertama, Indonesia menerapkan konsep nasionalisme dalam tataran teori tetapi menggunakan konsep liberalisme dalam tataran operasionalisasinya. Sehingga, tidak terjadi sinkronisasi antara teori dan praktik. Kedua, masalah korupsi merupakan masalah yang menggerogoti bangsa Indonesia dari dalam. Arus investasi dan hutang luar negeri merupakan salah satu konsep liberalisme yang menggerogoti sendi-sendi perekonomian bangsa Indonesia. Terlalu banyak sumber daya alam Indonesia yang dimobilisasi ke luar negeri tanpa timbalebalik yang sesuai bagi rakyat Indonesia.
Parlindungan Simarmata berujar bahwa kebanyakan mahasiswa sekarang bersikap apatis. Entah apakah kondisi dan sikap apatis tersebut dengan sengaja dikondisikan oleh kampus atau negara? Terlebih lagi dengan kondisi ekonomi rakyat Indonesia yang serba sulit sehingga menimbulkan sifat yang konspiratif bagi mahasiswa. Para mahasiswa ini hanya memikirkan untung dan rugi dari tindakan yang akan mereka lakukan. Mengenai ekonomi Indonesia saat ini yang bersifat liberal, sesungguhnya jika menilik kembali sejarah terdahulu Indonesia di mana Moh. Hatta, salah seorang founding father Indonesia, telah menerapkan sistem ekonomi terpimpin yang dasarnya mengarah pada konsep ekonomi neo-liberal. Namun, ia mengimplementasikan sistem ekonomi tersebut dalam wadah koperasi. Yang mana koperasi tersebut dijalankna untuk kepentingan masyarakat dan tidak memihak pada kepentingan pribadi maupun golongan.
Saat ini SBY lebih menekankan pada system ekonomi jalan tengah di mana sistem tersebut bertujuan untuk mensejahterakan rakyat namun tidak menutup arus investasi asing masuk ke dalam negeri hanya saja hasil konkret bagi masyarakat belum ada sampai saat ini. Dirasa kita masih jauh dari rasa kedaulatan itu sendiri, oleh karena itu yang kita butuhkan saat ini adalah perubahan, bukan hanya perubahan aktor-aktor yang bermain dalam pemerintahan tetapi lebih kepada sistem yang dimainkan dalam pemerintahan tersebut.
Kemudian Qozim menjelaskan nasionalisme  merupakan alat untuk mencapai kesejahteraan. Pada saat ini semua negara  menerapkan dua konsep nasionalisme dan liberalisme. Kita tidak boleh terjebak dalam doktrin-doktrin nasionalisme saja. Yang perlu kita sadari saat ini adalah nasionalisme merupakan suatu alat yang dapat kita gunakan untuk mencapai sebuah tujuan di mana tujuan utama kita adalah mencapai kesejahteraan rakyat.
Dualisme konsep nasionalisme dan liberalisme dalam negara merupkan satu hal yang tidak dapat dielakkan lagi. Yang perlu dilakukan oleh negara dalam dualisme konsep tersebut adalah memberikan proteksi terhadap industri-industri dalam negeri yang lemah dan tidak mampu bersaing dengan industry luar negeri.
Menurut Gramsci mengenai teori hegemoni, esensi dalam hidup ini adalah kompetisi. Manusia saling berkompetisi untuk saling menguasai satu sama lain. Di dalam konsep negara-bangsa, Negara merupakan kekuatan hegemoni tertinggi yang mampu menguasai rakyatnya. Namun kekuatan hegemon negara-bangsa atas rakyatnya belum tentu diikuti oleh kekuatan untuk meng-hegemoni negara lainnya. Pada saat ini Indonesia masih di-hegemon oleh negara lain melalui penjajahan ekonomi, budaya, dan militer.
Sebagaian mahasiswa sebagai bagaian dari diskusi berpendapat bahwa kebanyakan rakyat Indonesia khusunya mahasiswa sudah tidak lagi nasionalis dan lebih bersifat hedonism. Hal tersebut dikarenakan oleh perubahan yang terjadi secara mulitkultural dalam sendi-sendi kehidupan kita. Dan pada saat ini ketika sistem neoliberalisme telah bercokol di Indonesia menjadikan peran pemerintah sangat kurang. Menurutnya nasionalisme merupakan suatu upaya yang kita lakukan untuk memertahankan kedaulatan negara. Oleh karena itu diperlukan identitas untuk mencapai rasa nasionalisme tersebut, namun sekarng ini kita merasa kebingungan identitas seperti apa yang harus kita bentuk dan miliki?
Sebagai contoh penjualan aset-aset berharga yang tidak sesuai dengan implementasi UUD 1945 pasal 33. Dimana dalam UU tersebut mengutamakan demokrasi ekonomi dan kemakmuran serta kesejahteraan rakyat diutamakan, namun saat ini hal yang demikian semakin terkikis. Dan sayangnya, kita sebagai mahasiswa hanya menerima itu begitu saja tanpa menyadari ancaman yang ada. Mulai sekarang kita harus menyadari bahwa Indonesia adalah negara yang kaya namun tidak memiliki apa-apa. Oleh karena itu mulai dari sekarang kita harus berani mengambil langkah perubahan untuk mencapai Indonesia yang lebih baik.
Pada dasarnya segala konsep yang ada, baik nasionalisme maupun liberalisme khususnya, bertujuan baik tergantung bagaimana perspektif kita dalam melihat, menilai dan mengimplementasikan konsep yang tersebut. Jika menilik kembali sejarah awal mula liberalisme pada abad ke-14, liberalism berarti class of free man dan free from restraint. Yang berarti bahwa liberalisme menuntut sebuah kebebasan manusia tanpa batasan, dikte dan kungkungan dari pihak lain seperti yang terjadi pada abad pencerahan di Romawi. Menurutnya hal yang demikian merupakan sesuatu yang positif, yang mengarahkan kita menuju kemerdekaan dan demokrasi. Perlu dipertimbangkan kembali bahwa kita sudah memasuki abad globalisasi, di mana arus komunikasi dan informasi sudah tidak bisa lagi dibendung.
Dengan demikian, jika kita menutup diri dari interaksi luar maka kita tidak bisa lagi survive dalam hubungan internasional. Ia pun menegaskan bahwa yang seharusnya menjadi tugas dan perhatian kita saat ini adalah bagaimana kita menggunakan konsep liberalisme untuk memnuhi tujuan nasionalisme kita yaitu mencapai Indonesia yang sejahtera, mandiri dan merdeka.
Salah satu perwakilan dari institusi Bakrie mengungkapkan bahwa kegiatan diskusi semacam ini merupakan salah satu alternatif yang baik untuk memupuk rasa kebangsaan mahasiswa. Dia menegaskan bahwa yang terpenting dalam memupuk rasa kebangsaan adalah masalah identitas, Saat ini yang perlu diperhatikan dalam menjaga dentitas diri menjadi bangsa Indonesia adalah ke-bhinneka-an, pancasila, dan NKRI. Hal-hal tersebut akan berpengaruh pada mental dan karakter rakyat Indonesia. Jika melihat kondisi Indonesia saat ini yang mengalami banyak perpecahan dan peperangan antar suku di berbagai daerah, hal tersebut jelas menjadi ancaman bagi bangsa Indonesia. Sebagai upaya pencegahan perpecahan lebih lanjut maka nilai-nilai tersebut harus terus dikembangkan sebagai upaya memersatukan kembali dalam wadah identitas diri bangsa Indonesia.
Nasionalisme merupakan sebuah konsep pengoperasionalisasian bangsa guna mencapai kesejahteraan rakyat bangsa tersebut. Sedangkan liberalisme merupakan suatu konsep yang menuntut kebebasan tanpa kekangan dari pihak mana pun. Namun, seiring berjalannya waktu konsep liberalisme tidak hanya berada di ranah kebebasan pikiran dan hakikat diri sebagai manusia tetapi liberalisme merambah ke segi ekonomi, politik, ideologi dan budaya secara luas. Hal tersebut didorong oleh konsep globalisasi yang terjadi saat ini dalam hubungan internasional di mana kita sudah tidak bisa lagi membendung arus globalisasi dan liberalisme itu sendiri. Dalam liberalisme itu sendiri pun terkandung nilai-nilai yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dan tuntunan dalam menjalani kehidupan sekarang ini. Dengan demikian, yang perlu kita lakukan sebagai bangsa Indonesia saat ini adalah menyerap nilai-nilai positif tersebut sebagai cara dan alat menghadapi tantangan hidup saat ini guna mencapai dan memenuhi kesejahteraan rakyat Indonesia sebagai upaya perwujudan rasa nasionalisme kita.

Tidak ada komentar: