Sabtu, 25 April 2015

EKONOMI POLITIK GLOBAL, LIBERALISME DAN MAFIA BARKELEY
A.    Pengertian Politik Ekonomi Global
Dalam beberapa hal tanpa kita sadari, hidup kita bergantung pada ekonomi politik. Untuk dapat bertahan hidup, manusia memerlukan makanan, pakaian dan berbagai kebutuhan lainnya. Untuk mendapatkan kebutuhan tersebut, manusia memerlukan pasar yang menjual barang kebutuhan tersebut yang kemudian dibeli denngan uang yang telah didapatkan. Sebuah pasar yang modern kemudian didasarkan pada sebuah aturan politik, karena tanpa adanya aturan akan mengakibatkan terjadinya berkuasanya mafia atas pasar tersebut. Peraturan dan Perundang-undangan kemudian mengatur lebih lanjut peranan pasar tersebut (Jackson & Sorensen, 2013, p. 160).
Pada saat yang sama, kekuatan ekonomi menjadi basis penting dari kekuatan politik. Jika ekonomi bertujuan mengejar kekayaan, maka politik bertujuan mengejar kekuasaan. Keduanya memiliki hubungan yang rumit dan membingungkan. Rumitnya hubungan ini kemudian berlaku dalam tatanan internasional antara politik dan ekonomi, serta Negara dan pasar yang menjadi landasan inti dari ekonomi politik global. (Jackson & Sorensen, 2013, p. 160)
Ada banyak definisi yang digunakan untuk menjelaskan politik ekonomi global. Beberapa definisi mengarah pada arti kata-kata yang membentuk frasa tersebut. Menurut Lionel Robbin, dalam The Nature and Significance of Economic Science (1932), ekonomi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai sebuah hubungan antara tujuan dan kelangkaan bahan atau sumber daya dengan penggunaan bahan alternatif  (Gilpin, 2001, p. 25). Sementara itu, politik mempunyai arti umum sebagai cara untuk mencapai kepentingan atau tujuan tertentu.
Istilah Ekonomi politik mulai muncul di abad 17 di Perancis. Istilah ini muncul dalam buku Antoine de Montchrétien yang berjudul Traité de l’economie politique pada tahun 1615. Kemudian oleh penulis asal Inggris, Sir James Steurt pada tahun 1761, istilah ini mulai secara umum diperkenalkan dalam bukunya yang berjudul An Inquiry into the Principles of Political Economy. Menurut Steurt, Ekonomi Politik mengacu pada studi antar disiplin ilmu yang mempelajari ekonomi, politik dan hukum yang menjelaskan bagaimana institusi politik, lingkungan politik dan sistem ekonomi ( baik kapitalis, komunis atau campuran keduanya), saling mempengaruhi satu sama lainnya. (Hammodd, 2011, p. 190)
Di akhir abad 20, pengertian ekonomi politik kembali berubah. Menurut sejumlah ahli ekonomi yang berasal dari Chicago School, ekonomi politik diartikan sebagai perluasan ruang lingkup dan isu dalam permasalahan ekonomi (Gilpin, 2001, p. 26) Namun, politisi beranggapan bahwa ilmu politik memasuki seluruh aspek kehidupan, termasuk bidang ekonomi. Oleh karena itu, keterkaitan antara ekonomi dan politik sudah terjalin sejak lama.
Pada tahun 1776, Adam Smith mendefinisikan ekonomi politik sebagai cabang dari ilmu pengetahuan dari seorang negarawan atau legislator dan pedoman dari pengelolaan ekonomi nasional. Definisi tersebut tertuang dalam bukunya yang berjudul The Wealth of Nations. Ini menjadi dasar pemikiran Adam Smith dalam teori liberalisasi pasar yang dikembangkannya. (Gilpin, 2001, p. 25)
Pada abad ke-21, istilah ‘ekonomi politik’ didefinisikan dengan tiga pengertian yang berbeda. Untuk ahli ekonomi dan akademisi, ekonomi politik merujuk pada aplikasi dari pelbagai jenis tingkah laku manusia. Beberapa kalangan akademisi menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan upaya yang dilakukan berdasarkan teori ekonomi untuk menjelaskan tindakan sosial. Sementara itu, ahli politik menganggap bahwa ilmu politik tidak dapat dipisahkan dari ilmu lain, termasuk ekonomi. Oleh karena itu, kelompok ahli politik mendefinisikan ekonomi politik sebagai hubungan atau interaksi antara ekonomi dan politik. (Gilpin, 2001, pp. 30-31)
Secara keseluruhan, Ekonomi Politik Internasional adalah studi tentang interaksi antara ekonomi atau pasar dengan politik atau negara di arena internasional. Dalam pengertian yang umum, ekonomi dapat didefinisikan sebagai sistem produksi, distribusi, dan menggunakan kesejahteraan sedangkan politik adalah seperangkat lembaga dan peraturan yang mengatur interaksi antara ekonomi dan sosial. (Frieden & Lake, 2003, p. 1). Kegiata operasional pasar juga tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan dan hukum yang telah ditetapkan.
Keberadaan Ekonomi Politik Internasional sendiri sudah berlangsung sejak lama. Kira-kira sejak 6000 tahun Sebelum Masehi ketika bangsa Assyria melakukan kegiatan perdagangan dengan bangsa Turki dan Mesopotamia di Barat serta dengan bangsa India di Timur. Ketika hukum yang mengatur bisnis dan perdagangan untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Hammurabi di Babylonia, kegiatan perdagangan antar negara mulai marak terjadi, walaupun risikonya cukup berbahaya. Salah satunya yang terkenal adalah jalur perdagangan Sutera yang menjadi penghubung bangsa China menjual produknya ke negara-negara Mediterania Timur. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan perdagangan melalui jalur laut yang dilakukan banyak negara. (Miller, 2008, pp. 2-3)

Lingkungan ekonomi diisi oleh beberapa aktor yang bersifat individu (konsumen dan produsen) yang mempunyai kepentingan pribadi, sedangkan firma, negara, dan aktor ekonomi lainnya dianggap sebagai pendukung dari aktor individu. Dalam konteks ini, ekonomi politik global mempunyai pandangan yang berbeda. Dalam politik ekonomi global, aktor utamanya adalah negara, sedangkan individu, firma, dan aktor ekonomi lainnya merupakan pendukung dari kinerja pemerintah di bidang ekonomi. Setiap hubungan yang dijalin oleh suatu negara dalam kerangka kerja sama ekonomi mempunyai pengaruh yang besar terhadap kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh aktor non-negara. Namun, setiap kegiatan yang dilakukan oleh aktor non-negara juga berpengaruh terhadap politik ekonomi negara di tataran global. (Gilpin, 2001, p. 34)
Contohnya adalah pergerakan Multi-National Corporation (MNC) atau Perusahaan Multi-Nasional. Negara asal suatu MNC mengharuskan MNC memilih negara yang diakuinya secara politik atau ekonomi. MNC yang berasal dari China dapat membuka perwakilannya di Taiwan dan walaupun hubungan kedua negara bisa dibilang tidak akur secara politik. Namun ketidakuran secara politik tersebut tidak berpengaruh dalam hubungan dagang, dimana investasi perusahaan asal Taiwan seperti Foxconn di China cukup tinggi.
MNC juga mempunyai pengaruh terhadap setiap kebijakan politik suatu negara, termasuk pada tataran global. Salah satu contohnya adalah ketika PT. Newmont mengajukan gugatan kepada mahkamah internasional ketika Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU Minerba yang mengharuskan setiap perusahaan tambang membangun smelter di Indonesia atau ketika terjadi krisis finansial global tahun 2008, MNC berhasil melobi kongres untuk mem-bail out perusahaan-perusahaan yang bemasalah seperti Goldman Sachs, AIG dan Merryll-Lynch.

Ekonomi Politik Internasional mulai berkembang sebagai pendekatan Heterodox terhadap studi internasional pada tahun 1970-an di era ketika sistem Bretton Woods tidak berjalan dan terjadi krisis minyak dunia pada tahun 1973 yang mengingatkan para akademisi akan pentingnya situasi darurat dan lemahnya fondasi ekonomi dunia. Hal ini dimulai ketika tahun 1971 ketika Susan Strange membentuk London School of Economics yang menjadi landasan studi modern Ekonomi Politik Global yang kemudian diikuti oleh Royal Institute of International Affairs di Chatham House membentuk kelompok studi Ekonomi Politik Internasional. (Hammodd, 2011, p. 191)
B.     PANDANGAN LIBERALISME TERHADAP EKONOMI POLITIK GLOBAL

Ketika Adam Smith menulis buku The Wealth of Nations pada tahun 1776. Ia mulai menerapkan sistem self-regulating market. Ia berargumen bahwa pasar yang kompetitif, berdasarkan ketersediaan dan permintaan serta berjalan sendiri dapat membuat keputusan untuk menciptakan sistem ekonomi suatu negara tanpa gangguan dari pemerintah atau kontrol bisnis. Smith menyebut sistem ini dengan nama “Invisible Hand”. Smith beranggapan sistem ini sebagai mekanisme positif dalam berjalannya bisnis, dimana pasar akan memaksa pelaku bisnis untuk memproduksi barang dan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai kemauan mereka serta menjual barang tersebut dengan harga terbaik. (Miller, 2008, p. 9)
Smith percaya bahwa pasar cenderung secara spontan untuk memperluas kepuasan kebutuhan manusia, asalkan pemerintah tidak ikut campur. Ide-ide inti dari pemikiran Smith meliputi aktor individual yang rasional, kepercayaan akan kemajuan tanpa intervensi dan asumsi keuntungan bersama dari pertukaran bebas. Namun Smith juga menambahkan beberapa elemen sendiri untuk pemikiran liberal, termasuk gagasan kunci yaitu ekonomi pasar yang merupakan sumber utama kemajuan, kerjasama, dan kemakmuran. Campur tangan politik dan peraturan negara, sebaliknya bersifat tidak ekonomis, kemunduran, dan dapat menimbulkan konflik. (Jackson & Sorensen, 2013, p. 165).
Robert Giplin berargumen bahwa dari pemikiran Adam Smith tersebut, para pemikir liberal kontemporer dapat berbagi seperangkat asumsi dan keyakinan mengenai sifat manusia, masyarakat dan kegiatan ekonomi. Elemen kunci dari keyakinan ini adalah gagasan bahwa hubungan ekonomi yang menyatukan antar masyarakat, mendamaikan konflik dalam hubungan internasional, dan alam ekonomi beroperasi sesuai dengan alam logikanya sendiri. Keyakinan Smith pada kemajuan di tingkat internasional menempatkan dia pada ketegasannya dalam hubungan antara utopis dan idealis dalam hubungan internasional atau sering disebut sebagai liberalisme komersial. (Walter, 1994, p. 3) 
Ekonomi Liberal disebut sebuah doktrin dan seperangkat prinsip-prinsip untuk mengatur dan mengelola pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan individu. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa jika dibiarkan berkembang secara sendiri, ekonomi pasar akan beroperasi secara spontan sesuai dengan mekanisme dan hukum yang berlaku. Undang-undang ini melekat dalam proses produksi ekonomi dan pertukaran. Salah satu contohnya adalah hukum keunggulan komparatif yang dikembangkan oleh David Ricardo. Ia berargumen bahwa perdagangan bebas, yang merupakan aktivitas kegiatan komersial yang dijalankan secara bebas dengan melewati batas wilayah negara, akan membawa manfaat bagi setiap elemen yang berpartisipasi karena perdagangan bebas membuat hambatan yang berlaku menjadi hilang. (Jackson & Sorensen, 2013, p. 165)   
Ekonomi Liberal menolak pandangan Merkantilis bahwa negara adalah adalah aktor pusat dan menjadi acuan utama dalam hubungan ekonomi. Aktor pusat di mata kaum Liberal adalah Individu yang berperan sebagai konsumen dan produsen.  Pasar adalah sebuah arena terbuka, dimana tempat setiap individu datang dan  bertukar barang dan jasa. Individu adalah aktor rasional dalam mengejar kepentingan ekonominya dan ketika mereka mengajukan rasionalitas dalam pasar, maka semua pihak akan mendapatkannya.
Pertukaran ekonomi melalui pasar adalah sebuah positive-sum games dimana semua pihak dapat mendapatkan sesuatu yang lebih karena meningkatnya efisiensi. Individu dan perusahaan tidak akan mungkin masuk ke dalam pasar jika tidak ada peluang untuk mendapatkan keuntungan disana. Liberal juga menolak pemikiran merkantilis bahwa keuntungan ekonomi suatu negara membutuhkan kerugian bagi negara lainnya. Jalan menuju kesejahteraan manusia hanya dapat dilakukan melalui ekspansi pasar bebas dan kapitalisme yang tidak hanya berlaku di satu negara, tapi juga melintasi batas internasional. (Jackson & Sorensen, 2013, p. 166)  
Salah satu hal yang ditekankan oleh Liberalisme dalam Ekonomi Politik Internasional adalah terjadinya perdagangan bebas. Seperti yang diucapkan oleh David Ricardo (Jackson & Sorensen, 2013, p. 165) bahwa :
Under a system of perfectly free commerce, each country naturally devotes its capital and labour to such employments as are most beneficial to each. The pursuit of individual advantage is admirably connected with the universal good of the whole. By stimulating industry, by rewarding ingenuity, and by using most efficaciously the peculiar powers bestowed by nature, it distributes labour most effectively and most economically: while, by increasing the general mass of productions, it diffuses general benefit and binds together, by one common tie of interest and inter-course, the universal society of nations throughout the civilized world.
Perdagangan bebas sendiri adalah pasar terbuka bagi pertukaran barang dan jasa antar negara. Para pendukung perdagangan bebas beranggapan bahwa konsep “invisible hands” Adam Smith dapat mencegah bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah termasuk kebijakan tarif yang diangap bertentangan dengan prinsip perdagangan bebas.
Mereka juga beranggapan bahwa setiap bentuk proteksionisme dan kebijakan perdagangan tidak akan menjadi masalah jika seluruh dunia bersatu dalam pasar global tanpa batas negara. Namun karena di dunia ini terdapat lebih dari 200 negara dan setiap negara memiliki kepentingan nasionalnya masing-masing, maka kemudian muncul pertanyaan bagaimana setiap negara memenuhi kepentingan ekonomisnya. Adam Smith menjawab pertanyaan ini dengan Perdagangan bebas. Karena dengan sistem ini, setiap negara dapat meningkatkan alokasi optimal sumber dayanya dan menikmati nilai ekonomi produksi tertingginya. (Miller, 2008, p. 44)
Adam Smith berargumen bahwa inefisiensi ekonomi dari proteksionisme merkantilisme telah mendukung terjadinya perdagangan bebas. Smith berpendapat bahwa negara-negara harus melakukan perdagangan ketika pasar mengidentifikasi produk pelengkap. Produk pelengkap adalah produk yang ingin dibuat oleh kedua negara, Tapi salah satu negara membuat produk tersebut lebih murah dari produk negara lainn. Dalam bahasa perdagangan, setiap negara memiliki keunggulan yang mutlak dalam menciptakan sesuatu yang diinginkan oleh negara lain, kemudian dilengkapi dengan adanya pasar untuk melakukan perdagangan, maka kedua negara diharapkan melakukan aktivitaspertukaran perdagangan. Kemudian, bagaimana jika satu negara memiliki keunggulan absolut dalam semua produk yang dapat diperdagangkan? Maka, pertanyaan ini kemudian dijawab oleh David Ricardo. (Miller, 2008, p. 44)
Ricardo menjawab pertanyaan ini melalui teori keuntungan komparatif. Ia berargumen bahwa bahkan setiap negara yang memiliki keunggulan absolut dalam semua produk akan mendapatkan selisih antara nilai total produksi dan rasio biaya produksi. Maka, hal ini dapat menjadi celah perdagangan yang menguntungkan seluruh pihak. Dimana, jika suatu negara memproduksi suatu barang melebihi total kebutuhan negara tersebut, maka negara tersebut memiliki sebuah keunggulan komparatif. Untuk menghindari jatuhnya harga, maka negara yang memiliki keunggulan komparatif tersebut kemudian dapat menjual produknya di negara yang memiliki kelemahan komparatif.
Sebagai contoh, ketika Amerika Serikat memiliki keunggulan di bidang otomatif dan produksi otomotif mereka sudah memenuhi kebutuhan domestik, maka untuk menghindari jatuhnya harga otomotif tersebut. Pemerintah Amerika Serikat dapat menjual produk otomotif tersebut ke Meksiko atau Jamaika yang tidak memiliki keunggulan di bidang otomotif. Dengan asumsi demikian, maka baik Amerika Serikat, Meksiko dan Jamaika akan saling mendapatkan keuntungan, dimana Amerika Serikat mendapatkan uang, sementara Meksiko dan Jamaika mendapatkan barang.
Perkembangan perdagangan bebas semakin didukung oleh pandangan dari Richard Cobden, John Bright dan lainnya yang mendukung kampanye penghapusan penghapusan perlindungan terhadap perdagangan agrikultural Inggris. Mereka berargumen bahwa perdagangan bebas tidak hanya mendukung kesejahteraan, tapi juga akan meningkatkan perdamaian. Mereka beranggapan, bahwa pertukaran barang dan jasa tidak hanya akan mempromosikan penciptaan kesejahteraan, tapi juga mencegah hasrat suatu negara untuk membangun kekaisaran dan membangun kekuatan militer dengan tujuan penguasaan ekonomi. (Falkner, 2011, p. 30)
Berakhirnya Perang Dunia ke-II membuat pemerintah berbagai negara di seluruh dunia berusaha menghapus neo-merkantilisme. Perdagangan bebas gencar dipromosikan sebagai prinsip dasar menghapus proteksionisme. Dimulai dengan dibentuknya General Agreement of Tariffs & Trade tahun 1947. Sejak 1947 hingga 1993, negara-negara anggota GATT terus berunding dan bernegosiasi untuk mengurangi tariff masuk bagi suatu barang ke titik rendah dari 40% menjadi 5%. Dimana, prinsip dasar dari GATT adalah tidak adanya diskriminasi. Yang mana, jika ada satu negara anggota yang menegosiasikan pengurangan tariff bagi satu negara anggota lainnya, maka hal tersebut harus berlaku bagi seluruh negara anggota GATT, karena GATT menjunjung asas most-favoured nations. (Miller, 2008, p. 48)
Setelah perundingan terakhir GATT yang dinamakan Uruguay Round, maka disepakati untuk pembentukan traktat organisasi yang mengatur perdagangan dunia bernama World Trade Organizations (WTO). WTO sendiri kemudian menambahkan elemen-elemen lain dalam cakupannya yaitu penerapan prinsip perdagangan bebas terhadap produk agricultural dan tekstil, perlindungan atas hak kekayaan intelektual, penyelesaian setiap masalah perdagangan negara anggota harus melalui badan penyelesaian masalah atau dispute settlement body (DSB) WTO, perdagangan jasa juga harus melalui mekanisme yang sama dengan lainnya dan terakhir adalah setiap investor dari negara yang menjadi anggota WTO yang menanamkan modalnya di negara yang juga menjadi anggota WTO wajib diperlakukan layaknya investor domestik. (Miller, 2008, p. 49)
Selain melalui WTO, proses perdagangan bebas di era modern juga dilakukan melalui jalur regional. Pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) untuk menciptakan pasar tunggal di negara-negara Eropa menjadi salah satu contoh proses perdagangan bebas regional. Kemudian juga munculnya North American Free Trade Area (NAFTA) dan Mercosur memperluas jumlah negara yang terlibat dalam perdagangan bebas regional. Kemudian juga ditambah dengan banyaknya negara yang memberlakukan perjanjian perdagangan bebas bilateral seperti yang terjadi antara Australia dengan Korea Selatan atau Amerika Serikat dengan Kanada.
Era Globalisasi juga mengakibatkan perpindahan barang dan modal menjadi semakin cepat dan melewati batas. Terbentuknya lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di berbagai bidang baik lingkungan hidup, sosial masyarakat maupun hak asasi manusia yang bergerak melintasi batas negara mengakibatkan terjadinya interkoneksi antara satu negara dengan negara lain.
Hal ini oleh pemikir Liberal seperti Joseph Nye dan Robert O. Keohane menciptakan sebuah orde internasional yang saling ketergantungan. Dalam kondisi ketergantungan, jaring interaksi kompleks mengikat negara-negara dengan status otonomi dan batas wilayah yang semakin terbatas. Para pemikir Liberal beranggapan keterikatan  antar negara-negara ini dapat mencegah konflik dalam situasi internasional yang anarkis. Hal ini karena hubungan yang dekat antar negara ini akan membuat penggunaan kekuatan militer dalam penyelesaian konflik menjadi semakin besar risikonya. (Falkner, 2011, p. 31)
Akan tetapi, perdagangan bebas juga tidak terlepas dari berbagai kritikan. E.H. Carr dan beberapa pakar lainnya mengkritik bahwa perdagangan bebas hanya akan menguntungkan negara dengan kekuatan ekonomi yang maju. Britania pada abad ke-19 beranggapan bahwa Perdagangan bebas adalah kepentingan dari seluruh negara, namun terdapat perbedaan antara kepentingan ekonomi dan kekuasaan. Carr berargumen bahwa doktrin perdagangan bebas dapat menjadi disalahartikan menjadi doktrin kaya dan memiliki kekuatan penuh.
Yang kedua, disamping ketergantungan dan integrasi ekonomi yang tinggi. Perang Dunia I telah mematahkan argument bahwa perdagangan bebas dapat menjaga perdamaian. Kebangkitan ekonomi merkantilisme dan ekspansi militer pasca perang telah menimbulkan pertanyaan atas asumsi perdagangan bebas liberal tersebut (Falkner, 2011, p. 30). Kebangkitan kaum Fasis, Komunis dan Nasionalisme sebelum Perang Dunia ke II semakin menenggelamkan argumen para pemikir Perdagangan bebas tersebut.
C.    Mafia Barkeley

Istilah Mafia Barkeley bermula dari kebijakan pemerintah Soeharto di awal era Orde Baru. Kehancuran ekonomi yang diakibatkan kebijakan pemerintahan era Orde Lama yang melupakan pembangunan ekonomi dan banyak berkonfrontasi. Untuk membangun kembali perekonomian Indonesia, pemerintah Soeharto meminta nasihat dari orang-orang Indonesia yang sekolah dan menempuh gelar Ph.D bidang ekonomi di Amerika Serikat untuk membangun perekonomian Indonesia. Mereka inilah yang kemudian disebut sebagai Mafia Barkeley (McCawley, 2008). Penyebutan istilah Mafia Barkeley didasarkan pada pemimpin kelompok ekonom-teknokrat ini, Profesor Widjojo Nitisastro meraih gelar pascasarjana ekonomi dari Universitas California, Barkeley. (Wie, 2002, p. 196)
Berawal dari Soeharto yang membentuk tim ekspert dari fakultas Ekonomi UI pada bulan September 1966 dibawah Mayjen Sujono Humardani untuk mengurus masalah ekonomi dan finansial. Soeharto merasa yakin dengan para ekonom-teknokrat ini setelah kelima ekonom yaitu Prof. Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Sadli, Emil Salim dan Subroto, usai kelimanya memberikan ceramah di Seskoad pada Agustus 1966. Seminar ini yang kemudian menjadi landasan basis pemikiran Soeharto dalam masalah ekonomi.
Para Teknokrat ekonomi ini kemudian menelurkan berbagai kebijakan yang dianggap mampu memperbaiki perekonomian Indonesia yang terbagi dalam tiga fase yaitu Stabilisasi, Rehabilitasi dan Pengembangan.  Kebijakan Stabilisasi dalam dua tahun ditujukan untuk menata ulang utang Indonesia dan mendapatkan pinjaman baru serta mengundang investor asing masuk ke Indonesia. (Wie, 2002)
Di akhir tahun 1960-an, kelompok ini berhasil menciptakan stabilitas harga. Dengan bantuan pinjaman dari kelompok Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI), Indonesia berhasil tumbuh menjadi kekuatan industri baru. Pertumbuhan ini mengakibatkan perubahan Indonesia yang diakhir tahun 1960-an masih tergantung pada sektor agrikultural menjadi negara yang GDP-nya berasal dari sector industri manufaktur pada awal tahun 1990-an. Kebangkitan ini juga membuat Bank Dunia pada tahun 1993 menempatkan Indonesia dalam kategori “East Asian Miracle” bersama Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, Singapura, Malaysia dan Thailand.
Kelompok Mafia Barkeley berhasil menjadikan ekonomi Indonesia menjadi sangat Liberal di era Soeharto setelah sebelumnya ekonomi Indonesia bersifat tertutup di era Soekarno. Akan tetapi, masa bulan madu kesuksesan ekonomi ini harus berakhir ketika Krisis ekonomi melanda Asia pada tahun 1997.
Menurut Fuad Bawazier, keruntuhan ekonomi Indonesia dikarenakan sistem ekonomi Liberal yang berdampingan dengan sistem monopoli, tata niaga dan sistem perbankan yang bank sentralnya amburadul. Perbankan sangat dimanjakan, sehingga pengelolaannya menjadi tidak prudent.
Keputusan pemerintah Indonesia yang mengikuti anjuran Mafia Barkeley untuk mengikuti resep IMF pada tahun 1998 pada akhirnya membuat perekonomian Indonesia justru semakin jatuh. Apalagi setelah pemerintah menerapkan kebijakan uang ketat yang membuat aliran dana menjadi semakin sulit. Pada akhirnya hal ini membuat banyaknya perusahaan yang tidak sanggup membayar gaji karyawannya dan tingkat pengangguran meluas. (Rafick, 2007, pp. 100-101) 
Kendati Mafia Barkeley telah melakukan kegagalan yang membuat Indonesia jatuh dalam krisis, namun mereka masih tetap mendapatkan kepercayaan dalam perekonomian Indonesia. Pasca tumbangnya Soeharto di era Megawati Soekarno Putri, para ekonom Mafia Barkeley justru mendapat tempat penting di pemerintahan seperti Frans Seda, Darojatun Kuncoro, Boediono, Laksamana Soekardi dan Rini M. Soewandi dan di era Susilo Bambang Yudhoyono seperti Sri Mulyani dan Chatib Basri.





Tidak ada komentar: