1. Pendahuluan
Perang
yang terjadi antara Amerika Serikat dan Meksiko pada tahun 1846 hingga 1848
adalah salah satu perang yang penting dalam tonggak sejarah Amerika Serikat,
walaupun tidak terlalu banyak mendapat sorotan publik layaknya Perang Sipil.
Tercatat lima negara bagian, yaitu California, Nevada, Arizona, Utah dan New
Mexico, resmi bergabung menjadi bagian dari Amerika Serikat usai perang ini.
Peperangan ini juga menjadi perang pertama yang dilakukan Amerika Serikat
setelah merdeka terhadap negara lain. Perang AS – Meksiko ini pada akhirnya
juga turut berpengaruh dalam terjadinya perang sipil di AS antara tahun 1861 –
1865.
Permasalahan
yang terjadi dalam perang AS – Meksiko ini adalah keinginan Amerika Serikat
untuk memperluas wilayahnya karena semakin tingginya kebutuhan mereka akan
lahan baru, seiring semakin tingginya arus imigrasi ke negara tersebut. Maka,
dimulailah proses diplomasi dari presiden AS kala itu, James K. Polk, untuk
bisa meyakinkan pemerintah Meksiko agar bersedia menjual lima negara bagian
yang diinginkan tersebut serta usaha Polk untuk meyakinkan kongres bahwa
bergabungnya lima negara bagian tersebut adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh
Amerika Serikat.
Namun,
pada kenyataanya. Meksiko tidak mau menjual wilayah mereka kepada AS. Apalagi
mereka masih marah dengan tindakan pemerintah AS yang menganeksasi Texas
menjadi wilayah mereka pada tahun 1845. Adapun, kongres AS sendiri banyak yang
menentang perang tersebut karena kekhawatiran mereka akan bertambahnya negara
bagian baru yang melegalkan perbudakan, padahal banyak dari anggota kongres
terutama dari wilayah Utara yang menginginkan perbudakan dihapus dan pertanian
di Selatan diganti menjadi industri.
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses diplomasi yang
dilakukan pemerintah Amerika Serikat, dalam hal ini presiden James K. Polk,
dalam mempengaruhi kongres dan pemerintah Meksiko untuk bisa melaksanakan
kepentingan nasionalnya mendapatkan California dan negara bagian lainnya serta
legitimasi atas wilayah Texas, termasuk dengan melancarkan peperangan.
2. Proses Berjalannya Diplomasi Pemerintah Amerika
Serikat
Dalam
perjalanannya, proses diplomasi yang dilakukan oleh presiden AS, James K. Polk
bermula ketika ia mengirim jendral Zachary Taylor ke Texas pada tanggal 18 Juli
1845 untuk melindungi wilayah perbatasan Texas dari serbuan tentara Meksiko,
sekaligus untuk mempercepat proses bergabungnya Texas menjadi negara bagian
Amerika Serikat yang pada akhirnya bergabung pada tanggal 27 Desember 1845
(Rives, 1913 p.2).
Di
sisi lain, ia juga mengirim surat kepada Thomas Larkin, konsulat AS di wilayah
Alta California mengenai ketertarikan Polk untuk menjadikan California sebagai
negara bagian tambahannya. Hal ini ditunjukkan dengan dukungannya terhadap
kemerdekaan Alta California dari Meksiko dengan kesediannya mengirimkan
voluntir ke wilayah tersebut (Rives, 1913 p.2).
Untuk
memuluskan langkahnya dan mencegah Inggris mengganggu ambisinya, Polk segera
menandatangani traktat Oregon, di mana Amerika Serikat juga sedang berperang
dengan Inggris untuk merebut wilayah Oregon. Usai menandatangani traktat
Oregon, Polk segera mengutus John C. Fremont untuk melakukan hal yang sama dengan apa
yang dilakukan Amerika Serikat di Texas yaitu membiayai imigran-imigran Amerika
Serikat di wilayah tersebut untuk memberontak dan merebut kemerdekaan dari
Meksiko (Rives, 1913 p.3).
Untuk
mengambil simpati pemerintah Meksiko, Polk lalu mengirim utusannya, John
Slidell ke Mexico City untuk menemui Presiden Meksiko, Jose Herrera, untuk
bernegosiasi mengenai pembelian wilayah
California dari Meksiko serta negara bagian lainnya. Untuk melindungi Slidell,
Polk juga mengirimkan tentaranya ke Rio Grande, yang diklaim sebagai wilayah
perbatasan Texas (Pletcher, 2014).
Namun,
kedatangan Slidell ke Mexico City ternyata tidak disambut dengan baik oleh
Herrera dan rakyat Meksiko. Rakyat Meksiko yang masih marah dengan dukungan
Amerika Serikat terhadap kemerdekaan Texas tentu tidak ingin lagi kehilangan
wilayahnya. Maka, seusai Slidell pergi meninggalkan Mexico City, Herrera segera
mengirimkan tentaranya ke Rio Grande untuk bertempur melawan tentara Amerika
Serikat yang ditugaskan disana (Pletcher, 2014).
Serangan
tentara Meksiko terhadap pasukan AS di Rio Grande ini telah memberikan
legitimasi kepada Polk untuk memulai peperangan melawan Meksiko. Namun,
walaupun Polk dan kabinetnya sudah bersiap untuk melancarkan peperangan.
Kongres pada kala itu, masih terbelah antara berperang dan menjaga perdamaian
dengan tentara Meksiko.
Polk
kemudian mengirimkan surat kepada kongres pada tanggal 11 Mei 1846 yang isinya
menyatakan bahwa pemerintah Meksiko tidak hanya menolak utusan pemerintah AS
yang diutus untuk melakukan pembicaraan damai, tetapi juga telah menginvasi
wilayah AS dan menumpahkan darah tentara AS di wilayah kedaulatan AS. Dalam
pesannya, Polk juga menekankan bahwa peperangan saat itu sedang terjadi di
wilayah kedaulatan AS (Fisher, 2009 p.2).
Kendati
demikian, tidak semua anggota kongres setuju dengan pernyataan Polk bahwa
peperangan sedang terjadi di tanah Amerika Serikat. Dalam perdebatan antara
senat dan anggota kongres, beberapa senator seperti William Allen dan John
Calhoun menyatakan bahwa peperangan tidak pernah terjadi. Calhoun bahkan
menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara pertempuran dan peperangan. Ia juga
menambahkan bahwa adanya kemungkinan terjadinya invasi tanpa dibarengi
peperangan, namun ia segera menegaskan bahwa sudah tugas suci pemerintah AS
untuk memulai sebuah peperangan apabila kedaulatannya dilanggar (Fisher, 2009
p.2).
Kecerdikan
diplomasi Polk meyakinkan kongres pada akhirnya membuat kongres setuju untuk
mengirimkan 15.000 pasukan untuk berperang melawan tentara Meksiko. Namun,
walaupun demikian, perdebatan di parlemen masih terus terjadi. Anggota kongres
dari partai Republik, Garrett Davis menyatakan bahwa telah terjadi pertempuran
antara tentara Amerika Serikat dan Meksiko. Akan tetapi, ia menolak klaim yang
menyatakan bahwa Meksiko bersalah dalam peperangan ini karena telah menciptakan
pertumpahan darah di tanah AS, tanpa didukung bukti yang kuat. Davis justru
menuding balik pihak Amerika Serikat yang memulai peperangan ini dengan
mencaplok wilayah Meksiko dan memulai invasi disana (Fisher, 2009 p.3).
Beberapa
sejarawan meyakini bahwa penolakan atas invasi ke Meksiko ini didasari atas
kekhawatiran bertambahnya jumlah negara bagian yang mengizinkan praktik
perbudakan di wilayah Selatan. Padahal, praktik perbudakan sendiri bertentangan
dengan nilai kemanusiaan. Disamping itu, keberadaan para budak ini juga akan
membuat proses industrialisasi di wilayah selatan, yang ekonominya masih
bergantung kepada pertanian dan perkebunan, menjadi semakin sulit. Sehingga
kemudian muncul banyak tudingan bahwa para pemilik budak dan kaum abolisionis
di tubuh pemerintahan Polk adalah golongan yang bertanggung jawab dalam memicu
peperangan antara AS dengan Meksiko (globalsecurity.org, 2014)
Pada
akhirnya, walau diwarnai banyak penolakan. Senat akhirnya sepakat untuk
meloloskan Undang-undang yang menyatakan telah terjadi peperangan. Mayoritas
dari anggota dewan Senat setuju untuk meloloskan undang-undang tersebut.
Sementara itu, tiga senator termasuk Calhoun memlih absen karena keberatan dengan
adanya RUU tersebut. Dengan disahkannya UU yang menyatakan peperangan tersebut,
maka pemerintah segera mengirim 10.000 voluntir untuk diterjunkan dalam
peperangan melawan Meksiko serta bantuan senilai 10 Juta Dollar AS agar AS bisa
memenangi peperangan tersebut (Fisher, 2009 p.3).
Polk
sendiri merasa yakin bisa memenangi peperangan tersebut. Maka, ia pun segera
mengirim utusannya secara rahasia untuk menemui mantan diktator Meksiko,
Antonio Lopez de Santa Ana yang sedang diasingkan ke Kuba setelah kekalahannya
secara memalukan dalam Revolusi Texas tahun 1835. Polk ingin membujuk Santa Ana
agar menyetujui penjualan California kepada AS. Santa Ana sendiri menyetujui
penjualan tersebut, asalkan ia dibantu untuk kembali berkuasa. Maka, Polk pun
segera memerintahkan Angkatan Laut AS untuk membawa Santa Ana kembali ke
Meksiko dan merebut kekuasaan. Sayangnya, perhitungan Polk kali ini salah. Usai
dibantu kembai berkuasa, Santa Ana justru melanggar kesepakatan yang telah
dibuat dan berbalik memimpin tentaranya melawan tentara Amerika Serikat
(globalsecurity.org, 2014).
Sementara
di medan perang, tentara Meksiko terus terdesak. Tentara AS dibawah arahan
jendral Winfried Scott, berhasil
menguasai Mexico City pada tanggal 23 Februari 1847 dan dilanjutkan menguasai
kota pelabuhan Veracruz pada tanggal 29 Maret 1847. Hal ini merupakan sebuah
pencapaian besar dalam sejarah militer AS, karena untuk pertama kalinya mereka
berhasil memenangkan pertempuran di luar negara mereka. Hal ini juga menjadi
jaminan bahwa kemenangan dalam peperangan antara AS – Meksiko sudah mulai dapat
dipastikan (Globalsecurity.org, 2014).
Dalam
kondisi demikian, Polk memutuskan mengirim perwakilan diplomatik khusus yang
diberi kuasa untuk bernegosiasi perdamaian kapanpun Meksiko bersedia. Pada
akhirnya, gencatan senjata pun disetujui. Tetapi, tentara Meksiko di bawah
arahan Santa Ana ternyata menolak menyerah dan Santa Ana selalu menggunakan
momen gencatan senjata untuk menyiapkan peperangan selanjutnya
(globalsecurity.org, 2014).
Dengan
kalahnya tentara Meksiko dari sisi kekuatan persenjataan dan taktik bertempur
ditambah dengan konflik internal antara pemerintah Meksiko dengan pemberontak
Yucatan, membuat Pemerintah Meksiko resmi menyerah kepada pemerintah AS pada
tanggal 14 September 1847. Mereka pun akhirnya terpaksa menandatangani
perjanjian Hidalgo Guadelupe. Perjanjian ini ditandatangani oleh diplomat AS,
Nicholas Trist serta perwakilan pemerintah Meksiko, Luis G. Cuevas, Bernardo
Couto, dan Miguel Atristain (www.loc.gov,
2014).
Isi
dari perjanjian ini menyatakan bahwa Amerika Serikat berhak mendapatkan kontrol
penuh atas Texas, menetapkan perbatasan baru AS – Meksiko di wilayah Rio
Grande, dan mendapatkan lahan baru yang mencakup California, Nevada, Arizona,
New Mexico, Utah, Colorado serta beberapa wilayah Oklahoma, Kansas dan Wyoming.
Sebagai gantinya, pemerintah Meksiko mendapatkan uang sebesar 15 juta dolar AS,
yang jumlahnya separuh lebih kecil dari tawaran pertama AS serta penghapusan utang
Meksiko sebesar 32,5 juta dolar AS (globalsecurity.org, 2014).
Namun,
kendati sudah mendapatkan California dan negara bagian lainnya. Polk ternyata
masih belum puas dengan apa yang ia dapatkan. Ia masih berusaha menginginkan
tambahan lahan lain. Hanya saja, ia sadar bahwa untuk mendapatkan keinginannya,
Polk harus memulai kembali sebuah peperangan dan kongres kemungkinan besar akan
menolak terjadinya peperangan baru. Maka, ia pun bersikap mengalah dan segera
menyerahkan perjanjian tersebut kepada senat dan kemudian disetujui. Perjanjian
ini pun kemudian juga disetujui oleh kongres Meksiko sehingga peperangan antar
kedua negara ini resmi berakhir pada bulan Mei 1848 (globalsecurity.org, 2014).
3. Kesimpulan
Perang
AS – Meksiko ini tercipta karena masalah yang dialami sebuah negara baru yang
mengalami kekurangan lahan dan berambisi memperluas lahannya seiring dengan
kedatangan jumlah imigran ke AS yang semakin pesat. Paham Manifest Destiny yang
melegitimasi setiap orang kulit putih memiliki hak untuk mengambil setiap lahan
kosong di benua Amerika juga mendorong terjadinya gelombang perluasan wilayah
sebesar-sebesarnya. AS, dalam hal ini diwakili sang presiden, James K. Polk,
memang sangat bersemangat dalam hal ini. Mulai dari menganeksasi Texas hingga
ambisinya membeli California yang berujung peperangan selama satu setengah
tahun dengan Meksiko.
Penulis
meyakini bahwa ambisi Polk tersebut tidak lepas dari potensi ekonomis yang
dimiliki oleh negara bagian tersebut. Seperti halnya Texas yang memiliki
cadangan minyak dan California yang memiliki cadangan emas. Hal ini juga
dikarenakan AS masih belum sepenuhnya pulih dari krisis yang menerpa mereka
pada tahun 1837 dan mereka harus mencari lahan baru yang subur dan
produktif untuk menunjang perekonomian
negaranya.
Akan
tetapi, Polk sendiri dalam kebijakannya, terlihat tidak begitu ingin berperang
dengan Meksiko. Ia memutuskan berperang hanya untuk memastikan bahwa wilayah
yang diincarnya bisa menjadi bagian dari AS, karena ia menganggap bahwa
peperangan akan dengan cepat berakhir. Ini terlihat dari kebijakannya selama
peperangan yang memberikan Meksiko kesempatan untuk melakukan pembicaraan damai
kapanpun juga ditambah keputusannya untuk memberikan uang ganti rugi kepada
pemerintah Meksiko dan penghapusan utang, walaupun mereka dalam hal ini
bertindak sebagai pemenang perang.
Maka,
jelas sudah bahwa diplomasi yang dilakukan pemerintah AS, dalam hal ini
Presiden James K. Polk, dalam mengamankan kepentingan nasionalnya di perang AS
– Meksiko 1846 – 1848 berlangsung dengan baik. Keberhasilannya meyakinkan
kongres serta menekan pemerintah Meksiko untuk melakukan perundingan damai,
walau hal itu harus dilakukan dengan hard power terbukti mampu menuai
hasil. AS pun mendapatkan apa yang diinginkannya yaitu wilayah negara bagian
baru serta legitimasi atas wilayah Texas. Adapun Meksiko, walaupun harus
mengakui kekalahan, namun mereka masih mendapatkan hadiah berupa uang ganti
rugi dan penghapusan hutang.
4.
Daftar Acuan
Fisher,
Louis, 2009, The Mexican's War and Lincoln's Spot Resolution, The Law of
Library Congress Journal
Pletcher,
David M., 2014, James K. Polk and US – Mexican's War : A Policy Appraisal,
Indiana University Journal
Rives,
George Lockhart, 1913, The United States and
Mexico, 1821–1848: a history of the relations between the two countries from
the independence of Mexico to the close of the war with the United States, New York, Charles Bounville Books.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar