Sejak dahulu, Indonesia dikenal sebagai negara maritim.
Istilah archipelago yang berarti utama (arche) dan laut (pelago) atau laut
utama, merupakan bukti bahwa laut adalah bagian dari kehidupan sehari-hari
bangsa Indonesia. Salah satu profesi yang menyandarkan hidupnya pada laut
adalah nelayan. Posisi nelayan dalam sebuah negara maritim seharusnya menjadi
posisi yang di dambakan oleh segenap insan bangsa Indonesia.
Peta Indonesia (Sumber : Google.com) |
Namun
demikian, kenyataannya tidaklah demikian. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan
(KIARA), jumlah nelayan di Indonesia setiap tahun terus berkurang dan pada
tahun 2012 tercatat jumlah nelayan hanya tersisa 2,2 juta orang dari 200
juta-an penduduk Indonesia. Jumlah ini sendiri diperkirakan terus berkurang
setiap tahunnya.
Berbagai
Faktor menjadi penyebab berkurangnya jumlah nelayan, banyaknya praktik
penangkapan ikan ilegal dengan menggunakan troll dan sebagainya membuat nelayan
Indonesia yang sebagian besar masih beroperasi secara tradisional kesulitan
untuk bisa mendapatkan ikan, hal ini juga diperparah oleh banyaknya kapal
nelayan asing yang masuk secara ilegal ke wilayah Indonesia sehingga tangkapan
nelayan Indonesia yang kebanyakan tradisional menjadi semakin kecil. Adanya
persyaratan sertifikasi nelayan untuk industri juga membuat nelayan-nelayan
tradisional kesulitan untuk memasarkan ikannya dan akhirnya membuat banyak
nelayan yang beralih ke profesi lain.
Hal lain
yang juga menjadi salah satu faktor penting mengapa profesi nelayan banyak
ditinggalkan adalah sulitnya akses layanan keuangan bagi nelayan, terutama
akses pembiayaan. Data yang dihimpun oleh OJK pada tahun 2014 menunjukkan bahwa
akses pembiayaan yang diterima oleh sektor nelayan hanya mencapai 1,8 persen
dan nilai tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan UMKM golongan lainnya.
Risiko besar yang dihadapi oleh nelayan dalam melaut menjadi faktor utama
sulitnya nelayan memperoleh dana pinjaman dari bank atau lembaga pembiayaan
lainnya.
Kesulitan
untuk mendapatkan sumber pembiayaan ini memang menjadi ancaman serius bagi
nelayan-nelayan di Indonesia ke depannya. Karena nelayan jelas membutuhkan modal
yang cukup besar untuk melaut dan menangkap ikan, termasuk salah satunya untuk
memiliki perahu, yang merupakan alat utama dalam berlayar. Selama ini dalam
memenuhi kebutuhan melaut, nelayan banyak meminjam uang dari tengkulak dengan
bunga yang tinggi.
Nelayan sedang menjaring ikan (Sumber : Google.com) |
Untuk
mengurangi ketergantungan terhadap tengkulak, maka perlu sebuah solusi yang
dapat membuat para nelayan mudah mendapatkan modal dengan kredit pinjaman
lunak. Konsep ala Grameen Bank, yang dipopulerkan oleh pemenang Nobel asal
Bangladesh, Mohammed Yunus dapat dijadikan salah satu patokan dalam pemberian
kredit terhadap para nelayan yang tidak terjangkau oleh bank. Hal ini, karena
sistem dalam perbankan yang konvensional mengharuskan adanya agunan, serta
prosedur pembiayaan yang panjang dan berbelit menyebabkan banyak nelayan sulit
mengakses pembiayaan dari perbankan umum.
Dalam konsep
Grameen Bank M. Yunus, berbagai kelonggaran diberikan terhadap mereka yang
tidak terjangkau oleh bank, seperti prosedur dan persyaratan yang sederhana,
dimana para nasabah tidak harus pergi ke kantor untuk mendapatkan pembiayaan,
dimana Grameen menerapkan strategi 'jemput bola'. Selain itu, waktu pembayaran
yang fleksibel juga membuat para peminjam tidak dibebani dalam membayar kredit
pembiayaan. Kemudian konsep pembiayaan kelompok juga membuat terciptanya
kerjasama dan kekeluargaan diantara peminjam serta mempermudah pengawasan oleh
pihak pembiaya. Selain itu, adanya pendampingan terstruktur serta kewajiban
kepada nasabah untuk menyisihkan sebagian keuntungan hasil usaha untuk
dijadikan tabungan agar suatu saat dapat memiliki asset sendiri juga akan
mendorong nasabah mereka yang merupakan kaum papa agar suatu saat bisa mandiri
dalam mengembangkan usahanya dan terlepas dari jerat kemiskinan. Hal tersebut
terbukti berjalan di Bangladesh dan membuat M. Yunus dan Grameen Bank diberikan
gelar nobel perdamaian pada tahun 2006.
Mohammad Yunus, pendiri Grameen Bank beserta nasabahnya (Sumber : Google.com) |
Home Credit,
sebagai salah satu perusahaan pembiayaan terbesar di Indonesia daapt menjadi
salah satu pioner dalam menerapkan konsep Grameen Bank tersebut terhadap para
nelayan di Indonesia yang selama ini tidak dapat dijangkau oleh bank.
Pembiayaan yang bisa diberikan kepada para nelayan adalah berupa pembiayaan
lunak dalam bentuk barang seperti perahu, jala atau peralatan melaut lainnya.
Hal ini jelas akan membantu para nelayan dalam kembali melaut dan mencari
sumber penghasilan mereka.
Hal ini pun
juga akan sesuai dengan visi poros maritim Dunia yang didengungkan oleh
Presiden Joko Widodo, dimana salah satu pilar dalam poros maritim dunia adalah
membangun kembali budaya maritim budaya maritim bangsa Indonesia yang selama
ini sudah hilang karena pembangunan bangsa ini yang lebih terfokus ke darat.
Maka mengembalikan kejayaan para nelayan dengan memudahkan mereka
Salah satu
pilar lainnya adalah menjaga dan mengelola sumber daya laut, dengan fokus
membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan
menempatkan nelayan sebagai pilar utama. Hal ini menegaskan kembali peran
penting nelayan dalam menciptakan ketahanan pangan Indonesia dari sektor
kelautan. Maka, pemberian akses pembiayaan yang mudah bagi para nelayan juga
akan menjadikan Home Credit turut berperan dalam membantu Indonesia mewujudkan
visi poros maritim dunia.
Presiden Jokowi dengan visi poros maritim (Sumber : Google.com) |
Kebijakan
menteri Susi Pudjiastuti yang ganas terhadap kapal nelayan asing yang mencoba
mencuri ikan di Indonesia diharapkan juga dapat membuat para nelayan semakin
mudah untuk mendapatkan tangkapannya di wilayah perairan Indonesia yang kaya
akan sumber pangan. Hal ini juga diharapkan dapat memudahkan para nelayan tersebut
untuk melunasi pinjaman mereka sehingga dapat memicu perusahaan pembiayaan lain
untuk mempermudah pembiayaan terhadap para nelayan yang saat ini masih
kesulitan untuk mendapatkan pembiayaan.
Terakhir,
pembiayaan lunak terhadap para nelayan adalah satu hal yang sangat dianjurkan
untuk segera dilakukan. Visi poros maritim yang sudah dicanangkan presiden
Jokowi dan masih sulitnya akses bagi nelayan dalam memperoleh pembiayaan dapat
diinisiasi oleh Home Credit untuk memulai program tersebut, dimana hal ini
tidak akan hanya berdampak besar bagi para nelayan, namun juga membantu bangsa
Indonesia kembali menemui jati dirinya sebagai bangsa maritim yang berdaulat.
Label : HOME CREDIT INDONESIA, LITERASI KEUANGAN, PEMBIAYAAN NELAYAN, PENGALAMAN PELANGGAN, POROS MARITIM,
Label : HOME CREDIT INDONESIA, LITERASI KEUANGAN, PEMBIAYAAN NELAYAN, PENGALAMAN PELANGGAN, POROS MARITIM,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar