Senin, 27 Februari 2012

KEJAYAAN THE ARTIST, KEJAYAAN FILM NON-AMERIKA DAN DAMPAKNYA BAGI INDONESIA


Malam penganugerahan Academy Awards ke-84 atau lazimnya disebut piala Oscar pada tanggal 26 Februari 2012 di Kota Los Angeles menghadirkan kejutan tersendiri, yaitu kemenangan film bisu dan hitam-putih, The Artist. Walaupun kemenangan The Artist sendiri sudah dapat diprediksi oleh para pengamat karena sebelum Oscar, The Artist sudah memenangkan penghargaan di ajang pemanasan Oscar seperti Golden Globe, BAFTA dan Critics Choice.

Sesuai dengan berita di website VOA news pada tanggal 27 Februari dengan judul "Film Bisu The Artist menang besar di Academy Awards ke-84" maka kita bisa melihat satu fenomena yaitu kejayaan film-film non-Amerika di piala oscar. walau hal tersebut sudah bisa kita lihat di tahun-tahun sebelumnya.

Pada tahun ini, The Artist yang disutradarai sutradara perancis, Michael Hazanavicius meraih lima penghargaan termasuk Best Picture dan Best Actor in leading Role untuk jean DuJardin, sedang Margaret thatcher mendapatkan Oscar untuk Best Actress in leading Role dalam film "The Iron Lady" dimana Iron Lady adalah film produksi Inggris.

Namun, berbeda dengan The Iron Lady yang meruakan film Inggris, kemenangan The Artist tahun ini adalah hal yang luar biasa, selain kemenangan pertama film bisu di piala Oscar, kemenangan Film Perancis di kategori Best Picture adalah hal yang luar biasa.

Setahun yang lalu ketika The King's Speech memenangkan Piala Oscar atau ketika Slumdog Millionaire merajai Piala Oscar tahun 2009 adalah prestasi yang luar biasa untuk sebuah film non-Amerika. Namun karena film tersebut berasal dari kawasan Britania, maa orang masih menganggap film tersebut bagian dari Hollywood.Sedang The Artist tahun ini bisa dibilang sulit dianggap bagian dari Hollywood.

Selain The Artist, film non-Amerika yang berjaya pada tahun ini di piala Oscar adalah film Iran, The Separation yang memenangkan Best Film in A Foreign Language dan film Pakistan, Saving Face yang mmenangkan Best Documentary - Short Subject. kemenangan dua film Asia Selatan ini memang suatu hal yang luar biasa.

Khusus film Separation banyak yang menganggap kemenangan ini adalah kemenangan politik, karena Separation berhasil mengalahkan film Israel, Footnote dikategori ini. Bahkan Separation juga berhasil masuk nominasi untuk Best Writing - Original Screenplay, bersaing dengan film-film Hollywood seperti Midnight in Paris.

Walaupun film Asing masih jarang yang bisa berbicara banyak di ajang Oscar apabila diadu dengan film Amerika atau Inggris. Namun ini akan semakin membuka mata dunia bahwa film dari belahan dunia manapun bisa membawa pulang Piala Oscar. Ketika Crouching Tiger, Hidden Dragon dari Taiwan berhasil masuk nominasi Best Director dan Best Picture di Academy Awards 2001. Banyak kalangan menganggap inilah saatnya film asing dapat berjaya di ranah Amerika.

href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgi3vqmiT8VNRhGbblkT2TzfMlbcwIi2GhBy0fHpQ-w4K5Uo3igRBYmt45xxrG5kPSBNmOnzwnWajjW2Kwj41lx6oAfoCb50eUVzTE2tRPrEL1q8_RSY12_cDEeKbA5bexPR4LXwNzpEMC1/s1600/2602The_Artist.jpg">


dan hal ini akhirnya diteruskan dengan film-film asing lain seperti A Legend of Flying Dagger, Pan's Labyrynth, Diaries of Motorcycle hingga Biutiful yag berhasil masuk nominasi Oscar untuk penghargaan non-film asing walaupun gagal menang.

Maka keberhasilan the Artist ini diharapkan bisa memberi masukan bagi dunia film di belahan dunia lain untuk bisa membuat sebuah film yang menarik dan mampu membawa pulang piala Oscar untuk penghargaan tertinggi.

Lantas bagaimana dengan Indonesia???

Jujur untuk saat ini, sulit rasanya bagi Indonesia untuk bisa meraih penghargaan tertinggi di Oscar. Bahkan untuk nominasi kategori film asing pun film kita belum ada yang bisa menembus nominasi 5 besar. bahkan kita tertinggal dari Palestina, yang pernah masuk nominasi lewat film "Paradise Now" tahun 2005.

Kenapa film kita sulit untuk menembus piala Oscar. menurut saya hal ini disebabkan tidak adanya dukungan dari pemerintah dan masyarakat untuk membuat film berkualitas.

Kita lihat bagaimana industri perfilman kita yang tidak didukung oleh pemerintah terutama dalam pendanaan. sulitnya pendanaan membuat insan film kita menjadi pragmatis dalam pembuatan film, sehingga terkesan asal-asalan yang penting untung.

Walaupun kita juga punya banyak film bagus dan berkualitas seperti Pasir Berbisik, Gie atau Laskar Pelangi. Namun, hampir sebagian besar masyarakat Indonesia lebih mengenal film-film horor Indonesia yang ceritanya mungkin bisa dibilang "Sampah".

Masyarakat Indonesia juga lebih dahulu pragmatis dengan film Indonesia, dengan mengatakan "Males ah, nonton film Indonesia...ceritanya gitu-gitu aja..pocong semua...mending nonton film Hollywood" padahal mereka tidak tahu kalau ada film indonesia yang berjaya di luar negeri seperti The Raid yang menang di Toronto International Film festival, Rumah Darah atau Macabre yang berjaya di Pusan Int'l Film Festival juga Opera Jawa dan Laskar Pelangi yag masuk nominasi best Film Asian Film Awards.

Tahun ini dua film Indonesia, Lovely Man dan The Mirror Never Lies kembali masuk nominasi Asian Film Awards, bahkan sutradara Lovely Man, Teddy Suriaatmadja berhasil masuk nominasi Best Director.

Maka untuk seluruh masyarakat indonesia mari stop menjelek-jelekkan film Indonesia karena pada dasarnya masih banyak film indonesia yang bagus, namun tidak terekspos karena banyaknya film kita yang buruk.Biar bagaimanapun sangat tidak lucu kalau film kita mendapat apresiasi di luar negeri tapi justru dilupakan di negeri sendiri.

Pemerintah Indonesia juga harus lebih bersahabat dengan industri filmnya. saya ingat ucapan bapak Budiman Sujatmiko dalam sebuah diskusi di festival film Argentina beberapa waktu lalu, masyarakat Indonesia harus lebih berai membuat film yang beridentitas Indonesia termasuk identitas masa lalu, ketika Argentina bisa membuat film yang menguak masa lalu, maka seharusnya Indonesia pun demikian.

Ketika ada film yang mengkritik pemerintah atau orang tertentu, maka pemerintah langsung menarik film tersebut, seperti film Balibo yang sempat ditark dari Jiffest saya rasa pemerntah RI harus lebih bisa terbuka dan mau menerima kritikan dari setiap film agar ndustri film kita bisa maju.
Dan mungkin suatu saat nanti, Film Indonesia bisa berjaya di ajang piala Oscar. Semoga kejayaan The Artist bisa menginspirasi sineas Indonesia untuk membuat film yang berkualitas dan membuat film kita sejajar dengan film asing lain.

Palestina, Iran, Afrika Selatan dan Argentina sudah pernah enempatkan film mereka di pemenang piala Oscar. Bahkan, Thailand berhasil menempatkan salah satu filmnya di daftar pemenang Festival Film Cannes tahun lalu...Semoga suatu hari nanti kita bisa berjaya dan menyalip mereka.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Wuah jadi tercerahkan nih, sebelumnya gak ngerti saya tentang pelem. Jarang nonton sih. Tapi kalau Laskar Pelangi sih tau, :D. Muga-muga perFILMan Indonesia kelak bisa seperti yg bang Khariz harapkan. Tertarik bikin pelem juga gak bang?

Unknown mengatakan...

Wah makasih buat komennya bang ega...iya semoga perfelman kita makin maju...saya sih tertarik buat bikin felem...ente minat g???