Ini adalah mengenai Seorang Kharizma Ahmada dengan segala kisah dan pemikirannya...
Senin, 02 September 2013
PERJALANAN MENYENANGKAN DAN PENUH KESAN DI JAWA TIMUR
Kali ini saya akan menceritakan pengalaman saya melakukan perjalanan selama enam hari enam malam di tiga kota Jawa Timur dan juga Yogyakarta. Perjalanan ini dimulai pada hari rabu tanggal 8 Mei 2013 bersama dua orang teman saya. yang sat uadalah Tyo, teman kampus saya dan satu lagi bernama Ganesh, teman SMP Tyo.
Perjalanan kami bermula dari stasiun senen, dimana kami sudah harus tiba di sana Subuh karena kereta Api Kutoarjo Jaya yang kami tumpangi sudah berangkat dari stasiun Senen pukul setengah 6 pagi. Sebenarnya perjalanan ini kami rencanakan bukan hanya bertiga namun berempat. Namun sayang seorang teman saya tidak bsia ikut serta karena ia diajak keluarganya untuk menunaikan Umrah pada tanggal segitu untuk merayakan kelulusannya.
Namun batalnya teman saya ikut serta ternyata membawa sedikit berkah yaitu membuat satu bangku di kereta ekonomi tersebut menjadi kosong. Sepanjang perjalanan kami menghabiskan waktu dengan bermain kartu dan juga membaca untuk mengisi waktu. Jujur, karena ini pengalaman pertama saya pergi ke luar kota dengan kereta api ekonomis maka saya merasakan beberapa perbedaan disini yaitu suasana kerakyatan dan keramahan jauh lebih terasa ketimbang kereta eksekutif. Walau ada beberapa hal yang mungkin masih membaut tidak nyaman seperti pedagang kaki lima yang masuk kereta dan berhenti yang cukup lama di satu stasiun. Namun selain itu, perjalanan dengan kereta ekonomi memang meneynangkan. Selain pemandangan yang bagus juga harganya yang cukup murah yaitu Rp. 34.000 sekali jalan.
Tanpa terasa, kereta sudah tiba di Kutoarjo pada pukul dua siang. Begitu tiba disana, suasana kampanye sangat terasa kala itu, karena pada waktu itu tepat masa kampanye pemilihan gubernur Jawa Tengah baru saja dimulai. Di Kutoarjo, sosok Ganajr Pranowo yang akhirnya terpilih menjadi gubernur Jateng memang cukup kuat karena memang ia berasal dari sana.
begitu tiba di Kutoarjo, kami langsung mencari bus yang menuju Yogyakarta. Karena kami memang berencana menginap di Yogyakarta pada malam itu. Setelah lama mencari bus, akhirnya kami mendapati sebuah shuttle bus yang membawa kami dari Kutoarjo. Walaupun disebut Shuttle Bus, namun sebenarnya mobil yang membawa kami jauh lebih mirip mobil travel hanya bedanya shuttle bus ini tidak berhenti di rumah penduduk dan berhenti di titik tertentu saja. Namun pengalaman kami menaiki shuttle bus ini sayangnya harus berkesan buruk karena kami kedapatan shuttle bus kami dikemudikan oleh sopir yang mengantuk.
Jujur saja selain membawanya ugal-ugalan. Situasi dimana si Sopir ingin cepat-cepat sampai karena mengantuk membuat perjalanan menjadi tidak enak. Saya sendiri diceritaakn oleh teman saya bagaimana mereka ketar-ketir sepanjang perjalanan karena si Sopir yan gsering melawan arah dan hampir menabrak sepeda motor. Namun saya sendiri tidak melihat kejadian tersebut karena kepala saya sangat pusing dengan cara si sopir mengendarai mobilnya.sehingga sepanjang perjalanan Kutoarjo – Yogya saya habiskan untuk tidur.
Pada akhirnya kami tiba di Yogyakarta pada sore harinya sekitar pukul 4 sore. Kami turun di belakang stasiun tugu dan dari sana kami berhenti makan dulu dan kemudian naik becak dari sana menuju Jalan tejokusuman, rumah Pakde-nya Tyo, tempat kami menginap malam tersebut.
Setelah sampai di rumah Pakde Tyo, kami beristirahat sejenak dan malamnya mengunjungi Malioboro. Yogya sendiri memang tidak banyak yang bisa dikunjungi karena memang Yogya hanya menjadi tempat transit kami dan tujuan kami selanjutnya adalah Jombang, kami juga sudah membeli tiket kereta yang berangkat pukul setengah Sembilan pagi. Sehingga memang tidak bisa berlama-lama di Yogya dan hanya sempat mengelilingi Malioboro yang tidak banyak berubah sejak terakhir saya kesana.
Keesokan paginya kami memulai meningalkan Yogyakarta menuju Jombang via Stasiun Tugu. Ada kejadian lucu mengenai keberangkatan kami dari rumah Pakde Tyo menuju Stasiun Tugu. Dimana becak yang kami tumpangi sampai jomplang di tanjakan menuju Tugu karena tidak kuat menanggung beban kami bertiga. Kami bertiga sendiri memang sepanjang perjalanan lebih memilih menaiki satu becak untuk menghemat anggaran.
Dari stasiun Tugu kami berangkat dengan kereta Logawa arah Jember, namun turun di Jombang. Satu hal yang saya takjub dari kereta ini. Pada awalnya saya berpikir akan menaiki kereta yang sama dengan kereta yang saya tumpangi pada saat berangkat yaitu panas dan tidak pakai AC. Namun dugaan saya salah ternyata kereta yan gsaya tumpangi memakai pendingin udara dan kami semua takjub karena dengan uang sekitar Rp. 40.000 kami sudah menikmati perjalanan dengan AC sepanjang Yogyakarta hingga Jombang.
Sesampainya di Jombang pada siang hari, kami terlebih dhaulu mengunjungi makam presiden ke-4 R.I. , K.H. Abdurrahman Wahid atau lebih akrab disebut Gus Dur di daerah Tebuireng dan setelah itu sorenya kami menginap di pondok pesantren Al-Arifin, Denanyar karena kebetulan pengasuh pesantren tersebut adalah saudara saya sehingga kami diterima dengan baik disana.
Pada hari itu kami memilih untuk beristirahat dan berjalan mengitari pesantren saja karena kebetulan di daerah sana sedang ramai karena keesokan ahrinay ada acara Haul K.H. Bisri Syamsuri, pendiri pondok pesantren Mambaul Arif, ponpes induk Pesantren Al-Arifin yang juga tokoh masyarakat Jombang dan juga masih family dari ibu saya
.
Keesokan harinya pada hari jumat tanggal 10 Mei kami lebih memilih fokus di Jombang karenamalamnay saya berencana menghadiri haul K.H. Bisri Syamsuri malamnya. Disamping itu, di Jombang juga ternyata tidak ada objek wisata yang menarik untuk dikunjungi selain wisata Rohani sehingga kami memilih untuk pergi ke alun-alun dan melihat kehidupan amsyarakat Jombang saja.
Malam harinya, saya mendatangi Haul K.H. BisriSyamsuri di masjid ponpes Mambaul Arif. Pada mulanya saya berpikir kalau acara Haulnya hanya akan dihadiri oleh warga sekitar saja. Namun dugaan saya salah. tercatat ada tiga tokoh masyarakat yang menghadiri Haul kakek buyut saya tersebut. Yang pertama adalah Wakil Gubernur Jatim, Saifullah Yusuf yang tidak lupa untuk berkampanye karena memang masa pemilihan gubernur sudah dekat. Yang kedua adalah Menakertrans, Muhaimin Iskandar yang kebetulan rumah orang tuanya berada di dekat ponpes Mambaul Arif. dan yang ketiga adalah Haji Rhoma Irama serta beberap anggota DPRD Jatim dan pejabat lokal. Sedikit kesal karena haul kakek buyut saya dijadikan ajang perlombaan kampanye politik ketiga orang tersebut akhirnya saya memilih pulang sebelum acara selesai.
Keesokan harinya, saya dan teman-teman saya mengunjungi Mojokerto. Jarak yang tidak jauh dari Jombang serta bus yang murah hanya sekitar Rp.3000 dari Jombang membuat kami tidak menyia-nyiakan kota ini, apalagi di kota ini juga ada peninggalan Majapahit.
Setelah menaiki bus dari Jombang, kamip un tibadi Trowulan. Di sana untuk masuk ke bekas wilaayh ekrajaan Majapahit, kami harus berjalan lumayan jauh, sebenarnya ada jasa ojek. Hanya saja karena ingin menghemat kami memutuskan untuk jalan kaki dari jalan Raya hingga Museum Trowulan. Disana kami mendapati banyak informasi dari kerajaan Majapahit.
Setelah dari sana kami menuju ke kolam Segaran. Satu hal yang harus kami sayangkan, Kolam yang pada zamannya menjadi lambang kemakmuran Majapahit ini kondisinya saat ini jauh lebih mirip kolam tidak terawatt daripada obyek wisata. Kolamnya kotor dan jorok, padahal kalau ini dirawat, mungkin kola mini bisa ajdi lokasi pemandian atau obyek wisata lain.
Setelah dari Segaran. Kami mengunjungi tempat lain seperti Makam Putri Campa, Candi-candi di Trowulan serta Vihara tertua di Mojokerto yang memiliki patung Buddha tertinggi di Asia Tenggara. Sayangnya karena keterbatasan waktu, tidak semua lokasi bisa kami kunjungi, padahal kami masih ingin mengunjungi banyak obyek wisata seperti Situs Makam Troloyo dan candi-candi lainnya. Tapia pa daya, waktu membatasi kami.
Selepas itu, kami pun kembali ke Jombang dan keesokan harinya kami pun berkunjung ke Surabaya. Disana sudah menunggu seorang teman untuk mengantar kami. Jujur tidak banayk yang istimewa dari kota ini selain Mal dan perkantoran. Kami sendiri memilih mengunjungi Museum Sampoerna, Musium Kapal Selam, Masjid Cheng Ho dan Taman Bungkur serta memilih wisata kuliner.
Secara overall, Surabaya memang tdiak berbeda jau hdari Jakarta sehingga pergi ke Surabaya seperti layaknya pergi ke Jakarta saja hanya saja bahasanya bahasa Jawa. Usai itu, malamnya kami pun kembali ke Jombang menaiki Bus untuk kembali ke Jakarta keesokan harinya.
Akhirnay tibalah ahri kami harus pulang apda hari senin tanggal 13 Mei 2013. Dengan menaiki kereta Brantas dari kertosono, saya dan Tyo kembali ke Jakarta sedang Ganes memilih melanjutkan perjalanan ke Malang. Kereta tiba di Stasiun Senen pukul 2 pagi dan kami resmi kembali dalam kemacetan dan hingar bingar kota Jakarta.Saya sendiri merasa terkean dengan perjalanan Jawa Timur saya dan berharap bisa melakukan hal yang sama ke tempat yang lain
PSSI Yang Masih Terus Mengejar Impian
Akhir-akhir ini prestasi sepakbola nasional cenderung menurun, mulai dari Timnas Indonesia yang gagal di AFF Cup sampai Klub Liga Indonesia yang mengancam mundur akibat kekurangan dana, namun PSSI punya alasan sendiri mengenai Klaim ini.
Bapak Asep Saputra, staf direktorat media PSSI menjawab pertanyaan ini dengan menyatakan bahwa acuan prestasi tidaklah harus juara. Ia mencontohkan Inggris yang memiliki Liga terbaik di dunia, namun tidak pernah menjadi juara eropa dan hanya sekali menjadi juara dunia tahun 1966. Karena itu, walau Indonesia saat ini selalu gagal menjadi juara di setiap turnamen. Namun, setidaknya peringkat Liga Indonesia saat ini adalah yang terbaik di Asia Tenggara dan Nomor 11 di Asia, hal inilah yang menyebabkan Indonesia mendapat jatah 1 ½ di Liga Champion Asia. Pak Asep kembali menerangkan bahwa Walau saat ini masih belum 100% professional, namun PSSI akan terus meningkatkan kualitas liganya, yaitu dengan menargetkan tahun 2011 nanti, seluruh kontestan Liga Super harus mempunyai Stadion sendiri dan jaminan keuangan yang sehat untuk mengikuti jalannya kompetisi selama satu musim. saat ini, PSSI memang masih longgar dengan membiarkan klub-klub yang masih belum memenuhi syarat ikut serta, namun tahun 2011 nanti, apabila salah satu aspek tak terpenuhi, maka jangan harap Klub bersangkutan dapat ikut kompetisi Liga Super Indonesia.
Ketika disinggung mengenai hasil Timnas di dua pertandingan Pra-Piala Asia, Pak Asep menerangkan bahwa hasil pertandingan tersebut sudah cukup memuaskan, walau secara permainan timnas masih buruk. Namun, ia memberi penjelasan bahwa Oman adalah juara Piala Teluk yang mengalahkan Raksasa Timur tengah seperti Uni Emirat Arab dan Arab Saudi. Sedangkan Australia walau tidak diperkuat pemain kelas dunia mereka seperti Mark Viduka atau Tim Cahill. Namun, pemain Mereka tetap pemain nomor satu.
"Jangan Lupa, kalau Liga Australia itu liga yang Professional, bahkan salah satu klubnya lolos ke Final Liga Champion Asia, sehingga menahan imbang mereka adalah suatu hasil yang memuaskan." Pak Asep juga menambahkan bahwa Dengan materi pemain Lokal tiga tahun lalu, timnas kalah 0-3. Namun, saat ini ada peningkatan dengan menahan imbang 0-0.
Sedang, Bapak Yosef Tor Tulis, Planning & Media Director PSSI menyatakan bahwa prestasi timnas saat ini memang sulit berkembang. ia menyatakan, bahwa Faktor kunci kesuksesan timnas adalah Klub. Klub yang hebat akan menghasilkan kompetisi yang hebat dan Kompetisi yang hebat akan menghasilkan timnas yang hebat. Ia mencontohkan inggris yang memiliki Liga terhebat di dunia dengan Klub-klub hebat seperti Manchester United dan Arsenal, sehingga timnas mereka bisa bagus. Saat ini, Indonesia memang memiliki klub hebat seperti Persija, Persitara atau Pelita Jaya. Namun, kehebatan klub tersebut baru pada level Nasional, belum International. Sehingga kita masih kesulitan untuk membentuk timnas hebat yang mampu menyaingi Timnas Inggris atau Italia. "Tidak Mungkin kita menyamakan Persija dengan AC Milan, sehingga tidak mungkin menyamakan Timnas Indonesia dengan Timnas Italia.."
Bapak Yosef menyatakan bahwa ada 3 faktor yang membuat Timnas Indonesia sulit berkembang, ketiga factor tersebut yang pertama adalah Bahan Mentah, ia menyatakan bahwa bahan mentah di Indonesia memang hampir bisa dibilang kurang berkualitas, sehingga walaupun kita mengontrak Fabio Capello sekalipun untuk melatih Timnas, tetap timnas tidak akan maju, karena memang bahan baku pemainnya yang kurang baik.
Faktor kedua adalah Pelatnas, ia menyatakan bahwa Pelatnas kita saat ini kurang efektif karena setiap kali menjelang pertandingan besar, uji coba yang dilakukan timnas hanya melawan tim local atau seleksi pemain asing. "kalau ingin bertanding dengan Arab Saudi atau Jepang, jangan beruji Coba dengan Persita Tangerang, kalau ingin melawan Saudi, kita bisa bertanding melawan Oman atau Tim dari Timur Tengah lain yang tipe permainannya sama, sedang kalau melawan Jepang, kita bisa bertanding melawan Klub J-league atau K-League.". Selain itu, pembinaan usia dini juga sudah mulai dilakukan dengan pembentukan Liga Medco dan pengiriman pemain U-16 Ke Uruguay untuk jangka panjangnya.
Faktor Ketiga adalah Budaya, Pak Yosef kembali menerangkan bahwa Budaya di Indonesia yang cenderung negative memang banyak dianut pemain sepakbola. Karena itu, PSSI sering melakukan kegiatan pelatnas di Luar Negeri seperti Primavera di Italia, U-23 di Belanda dan saat ini U-16 di Uruguay. Tujuannya tak lain adalah agar Budaya negative Indonesia seperti makanan yang kurang sehat seperti Bakso bisa dihindari pemain timnas. Karena factor penting untuk seorang pemain sepakbola bukan hanya skill dan teknik, tapi juga Fisik dan asupan Gizi yang cukup. Bahkan, di Uruguay ada seorang pemain timnas yang dinyatakan gagal ikut kompetisi hanya karenga giginya ompong satu. harapannya dengan dijauhkan dari budaya negative Indonesia ini, pemain Indonesia mampu memiliki pola pikir seperti pemain dunia, rencananya setelah mengikuti pelatnas di Uruguay ini, para pemain timnas U-16 ini akan dititipkan di Liga Brazil atau Eropa sehingga jauh dari budaya Indonesia yang negative.
Faktor Budaya yang negative ini memang sangat mempengaruhi Timnas, Ia mencontohkan seorang Pelatih tidak objektif di Indonesia yang bisa saja menyingkirkan pemain yang hebat namun, karena peltih tersebut kurang suka dengan sifatnya, sehingga pemain tersebut disingkirkan. Faktor Budaya ini juga yang membuat Kurniawan gagal bermain Di Sampdoria. Karena terbiasa dengan teman-teman di Wisma Indonesia-nya saat memperkuat FC Luzern, maka ketika memperkuat Sampdoria. Kurniawan langsung tidak kuat dan kabur ketika disajikan latihan yang berat di Sampdoria.
Harapan ke depan dari Bapak Asep maupun Bapak Yosef terhadap prestasi Timnas sendiri tidak jauh-jauh dari keinginan mereka untuk melihat timnas berprestasi lagi seperti ketika Lolos ke Piala Dunia 1938 atau Menahan Uni Soviet 0-0 di Olimpiade 1956. Diharapkan dengan rencana Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022, prestasi Timnas juga ikut meningkat. apalagi saat ini PSSI sudah merencanakan pembinaan jangka panjang dengan terus menggelar kompetisi remaja seperti Liga medco. dan Rencananya, dalam waktu dekat ini, PSSI akan meluncurkan Liga Pendidikan Indonesia yang sistemnya meniru NCAA (National College Athletic Association) di Amerika, sehinga pemain timnas nanti tidak hanya jago bermain bola, namun memiliki wawasan yang luas. demikianlah harapan kedua insane sepakbola ini terhadap Timnas Indonesia, semoga sepakbola Indonesia bisa berjaya kembali. (Kharizma Ahmada)
(NB: Tulisan ini dimuat di Majalah Diamma edisi II tahun 2009)
Sabtu, 29 Juni 2013
efek krisis, 3158 Rakyat Spanyol berkomitmen bunuh Diri
Heningnya media Sapnyol dalam menghentikan efek krisis disinyalir sebagai penyebab utama 3158 Rakyat Spanyol berkomitmen untuk bunuh diri, dimana 119 orang diantaranay adalah korban penggusuran.
Spanyol adalah salah satu negara yang tetap kokoh bertahan kendati diterjang badai krisis ekonomi karena kekerasan dan kekejaman yang diperlakukan pemerintah Spanyol kepada rakyatnay, dimana unsure sosial adalah fakta yang tak dapat dieprtanyakan.Hal ini dikemukakan oleh ekonom India penulis buku “The Crack of ystem”, Raghunnam Rajam.
Bukannya tanpa alasan, penyebab “kedamaian sosial” ini adalah tidak efektifnya serikat dagang dan partai-partai oposisi untuk menyebarkan efek krisis sosial yang menyebabkan hancurnya ekonomi Spanyol dan mengorbankan bansga Spanyol sendiri. Sehingga kondisi “Kedamaian Sosial” ini dibangun dari biaya pembongkaran masyarakat sipil untuk menggantikan pihak-pihak yang disubsidi serta serikat buruh didasarkan apda fakta tidak adanay solusi untuk menanggulangi krisis dan menyebabkan 3.158 orang Spanyol berkomitmen melakukan bunuh diri dan 119 diantaranya adalah korban penggusuran.
Minggu ini, kejadian bunuh diri kembali terjadi di Malaga, dimana korbannya adalah Leandro CMG (36 Tahun). Leandro memutuskan membakar dirinya di depan kantor gubernur Andalusia sebagai protes atas keengganan pemerintah untuk membiayai pengobatan ibunya yang kemudian meninggal dunia. Pejabat setempat yang bertanggung jawab mengenai masalah kesehatan dan kesejahteraan, Daniel Perez yang merupakan seorang Sosialis berusaha mencuci tangannya dari masalah ini dengan mengatakan bahwa berkas yang diminta tidak pernah diselesaikan dan tidak dikerjakan denga ntepat. Sementara presiden Andalusia, Jose Antonio Grin berpendapat bahwa tidak ada catatan tentang aplikasi yang diajukan oleh Leandro.
Kasus ini menciptakan perhatian baru di kalanga nmasyarakat Spanyol. Dimana kasus ini mengingatkan mereka akan kasus bakar diri yang dilakukan Mohammed Bouazizi, seorang pedagang Buah di Tunisia pada tahun 2010 yang menimbulkan gelombang revolusi besar-besaran tidak hanay di Tunisia namun juga di Mesir, Libya, Yaman dan Syria.
Tindakan tidak sensitifnya elit politik Spanyol atas tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran di Spanyol sudah membuat malu Spanyol di mata dunia Internasional. Tanpa adanay kepdulian pemerintah dalam mencatat korban bunuh diri tersebut telah memancing gerakan M-15, sebuah gerakan sosial di Spanyol untuk membuak sebuah halaman di Wikipedia mengenai jumlah mereka yang mengakhiri hidupnya karena Krisis di Spanyol, dimana Leandro tidak dihitung, dan apabial dihitung maka akan membuat jumlahnya semakin meningkat.
Situasi yang terjadi di Spanyol juga memperlihatkan warga mereka yang lebih memilih mengakhiri hidupnya sendiri ketimbang melakuakn perlawanan kepada pemerintah setempat atau menuntut pergantian rezim pemerintah di tenga hsituasi yang tidak memiliki alternative pilihan. Beberapa pergerakan sosial disana ada yang memiliki ide untuk mempublikasikan nama dan gaji politisi yang bekerja dibawah performa terbaik untuk memaksa mereka bekerja lebih giat di provinsi tempat terjadinya peristiwa bunuh diri tersebut. Dimana, hal itu juga agar mereka mempertanggung jawabkan kelalaian mereka suatu hari nanti.
Kendati media dan pemerintah bungkam atas isu ini, namun bunuh diri sudah tercatat secara resmi sebagai penyebab utama tingginay tingkat kematian di Spanyol. dimana menurut Institut Statistik Nasional Spanyol mencatat terdapat 3158 kasus bunuh diri di Spanyo lpada tahun 2011 dimana penyebab utamanay adalah kemiskinan, pengangguran dan penggusuran.
Daftar ini tentu sangat sulit untuk dipublikasikan, karena itu hanay beberapa media d iSpanyol yang berani meneybarkan data dan berita ini, diantaranya Third World Information dan Orebro, dua Koran yan gberani untuk menginvestigasi Drama tentang 119 orang yang melakukan bunuh diri antara Januari hingga November 2012 karena tidak sanggup membayar bunga bank.
Bencana ini terjadi akibat media dipaksa bungkam oleh rezim yang berkuasa di Spanyol, dimana media telah menjadi korban keyakinan politik bahwa publikasi berita bunuh diri dapat memicu perasaan ingin meniru oleh pembaca dan pendengar yang memiliki penderitaan yan gsama dengan para korban bunuh diri tersebut.Hal ini kemudian menyebabkan sensor dan keheningan mengaburkan dampak sesungguhnya dari krisis ekonomi yang terjadi di Spanyol . Dimana dampaknya kebanyakan dialami oleh para pekerja dan kelas menengah. (Kharizma/ sumber : vdeverdadnews.com)
Ribuan masyarakat Spanyol yang melakuakan aksi protes terkai t krisis dimana ribuan warga Spanyol memutuskan untuk bunuh diri sebagagi dampak krisis
Kamis, 21 Maret 2013
MENINGKATKAN NASIONALISME GENERASI MUDA DI ERA GLOBALISASI MELALUI PANCASILA
Di
era globalisasi yang semuanya serba terbuka ini, tidak dapat dipungkiri bahwa segala
jenis produk dari berbagai negara dapat dengan mudah memasuki sebuah negara
termasuk kebudayaan. Indonesia sendiri sudah lama diserbu oleh produk-produk
asing termasuk kebudayaan, dan hal-hal dari luar tersebut secara tidak langsung
dan sedikti demi sedikit akan menghilangkan nasionalisme dan jati diri anak
bangsa.
Masuknya
kebudayaan asing tersebut adalah hal yang tidak dapat ditolak, karena
kebudayaan mereka masuk melalui unsur-unsur seperti media cetak, TV, Internet
dll yang sangat akrab dengan kehidupan generasi muda. Seperti halnya Gangnam
Style dan Harlem Shake,jenis tarian yang popular akhir –akhir ini akibat media sosial
Youtube.
Lantas
bagaimana untuk mempertahankan jati diri bangsa yang terancam tergerus akibat
maraknya invasi kebudayaan asing di era keterbukaan seperti sekarang. Tentu,
sangat sulit kalau kita memakai strategi kebijakan presiden Soekarno di era
Orde Lama yang melarang segala hal berbau asing seperti lagu dan film barat
masuk Indonesia. Karena, selain zaman sudah berubah, rakyat juga berhak
mendapatkan informasi dan hiburan yang tidak terbatas. Selain itu, negara-negara
yang selama ini terkenal menutup diti seperti Kuba dan Korea Utara pun justru
sudah mulai membuka diri mereka dengan meningkatkan kerjasama dengan dunia
luar.
Maka, hal yang
sudah pasti relevan untuk tetap mempertahankan nasionalisme dan jati diri bangsa
kita adalah dengan membekali generasi muda kita dengan ideologi dan falsafah
hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila.
Mengapa
Pancasila ?? karena Pancasila secara tidak kita sadari
adalah bagian dari dalam diri setiap bangsa Indonesia. Ketika Founding Father kita menetapkan
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, para Founding Father tersebut sadar dengan kondisi masyarakat Indonesia
yang majemuk, sehingga dibutuhkan azas yang bisa diterima setiap orang.
Pancasila
sendiri sebenarnya adalah sinkretisme dari Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis)
yang sering didengungkan presiden Soekarno di era Orde Lama. Maka, jelas kalau
ideologi Pancasila bisa dianut oleh penganut faham Nasionalisme, Agama maupun
Komunis/sosialis. Dengan begitu, pancasila adalah ideologi yang universal dan
tidak hanya bisa dianut oleh bangsa Indonesia, tapi juga oleh bangsa lain di
seluruh dunia.
Namun, Kondisi
saat ini tentu berbeda dari apa yang diimpikan oleh para Founding Father negara ini. Kita bisa lihat generasi muda kita lebih
senang menghabiskan waktunya untuk hura-hura dan terjebak dalam paradigma
hedonisme.
Mereka sudah
tidak lagi ingat bagaimana negara ini dulu dibuat merdeka dengan susah payah
oleh para Founding father. Bahkan
tidak sedikit yang jauh lebih hafal nama personil boyband Korea dan bintang
Hollywood ketimbang tokoh-tokoh Nasional seperti Sutan Syahrir, M. Hatta dan
Tan Malaka.
Mereka pun juga
selalu membangga-banggakan produk asing dan selalu memandang sebelah mata
produk dalam negeri. Kita bisa lihat anak-anak muda kita yang begitu senang
bisa membeli Iphone atau Blackberry tipe terbaru. Namun, ketika ada sebuah
perusahaan atau anak bangsa berinovasi membuat Handphone, maka produk tersebut
akan menjadi bahan olok-olokan seperti Nexian.
Begitu juga begitu bersemangatnya mereka
menonton film-film Hollywood atau Korea bahkan sampai dibela-bela menonton di
hari pertama pemutaran, namun begitu malasnya mereka menonton film Indonesia
karena menganggap film Indonesia tidak cukup bagus ditonton, padahal Film-film
Indonesia sendiri juga banyak yang berkualitas bahkan diakui dunia
Internasional seperti film Laskar Pelangi atau A Lovely Man. Namun, mereka
beranggapan semua film Indonesia itu film pocong dan kuntilanak sehingga semuanya
disamaratakan.
Inilah yang
harus kita benahi, dimana anak bansga kita terutama generasi muda harus jauh
lebih bangga dengan produk negara sendiri ketimbang produk bangsa luar. Kita
bisa lihat bangsa Jepang, Korea atau India yang bisa memiliki produk menembus
dunia karena warganya bangga akan produk dalam neegri, walaupun kualitasnya
terkadang di bawah produk asing.
Orang India
begitu bangga dengan mobil Tata ketimbang Mercedes-Benz begitupun dengan orang
Korea yang lebih bangga memakai Samsung dan LG ketimbang Telepon Seluler lain
seperti Nokia dan Apple. Jepang bahkan sampai menerapkan politik dumping agar
bangsa mereka bangga dengan produk buatan dalam negeri.
Pancasila sebagai lambang negara |
Pancasila
sendiri dalam hal ini bisa digunakan sebagai media untuk meningkatkan jati diri
dan nasionalisme generasi muda Indonesia. Dengan menghayati setiap makna
sila-sila yang terdapat dalam pancasila maka mereka akan menjadi sadar bahwa
betapa bangganya mereka sebagai bangsa Indonesia karena menemukan sebuah konsep
yang bisa dianut oleh setiap manusia.
Konsep
ketuhanan yang maha esa adalah konsep yang dianut kaum agamis/relijius,
kemudian persatuan Indonesia yang dianut kaum Nasionalis, kemudian kerakyatan
yang dipimpin secara hikmah dan bijaksana melalui permusyawaratan perwakilan
dianut oleh kaum demokratis dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
dianut oleh kaum komunis/sosialis. Sedang kemanusiaan yang adil dan beradab
dianut oleh semua golongan tanpa kecuali.
Dengan
menghayati makna dari sila tersebut, maka akan muncul kebanggaan dari diri
setiap generasi muda karena bangsa mereka ternyata bukanlah bangsa yang selama
ini mereka sepelekan, namun sebuah bangsa yang besar dengan sejarah yang besar.
Kita tahu Bangsa Indonesia adalah bangsa yang cukup disegani oleh dunia
international di kala Presiden Soekarno masih berkuasa, selain itu luas negara
ini yang membentang dari Sabang sampai Merauke ternyata setara dengan luas
London hingga Teheran. Sehingga, negara kita selalu tampak dipeta serta
banyaknya suku bangsa dan kebudayaan membuat bangsa ini dikenal sebagai bangsa
yang kaya akan budaya.
Maka dengan
kesadaran tersebut, pemuda kita akan menjadi memiliki rasa bangga akan
Indonesia, bahkan bisa jadi mereka akan lebih senang menggunakan produk
Indonesia dengan terus berinovasi dan menciptakan sesuatu yang baru untuk
negara ini. Begitupun dengan bangga akan membeli setiap hasil inovasi anak
bangsa dalam bentuk apaun baik teknologi maupun seni. Semoga dengan hal ini,
nasionalisme generasi muda Indonesia tetap terjaga kendati mereka terus
digempur oleh produk asing di era keterbukaan ini.
Rabu, 23 Januari 2013
Diplomasi Perdamaian Israel - Palestina
Israel dan Palestina adalah dua
negara yang terus berkonflik hingga 1948 hingga saat ini. Dan konflik kedua
negara ini diperkirakan akan berlangsung lama. Berbagai perundingan suadah
mereka lalui. Mulai dari Partition Plan 1947 hingga Annapolis, namun tidak ada
satupun yang mampu menemukan titik temu dari masalah dua negara tersebut. Akar
mula dari permasalahan ini adalah ketika menlu Inggris, James Balfour pada
tahun 1917 memutuskan untuk mendirikan sebuah wilayah Yahudi di wilayah Arab,
hal yang ditentang oleh negara Arab.
Namun paham Zionis yang berkembang
membuat ribuan umat Yahudi dari pelosok Eropa mendatangi tanah Palestina paska
Perang Dunia II dengan harapan bahwa tanah di Palestina adalah tanah yang
dijanjikan oleh Tuhan. Namun, hal ini tentu saja ditolak bansga Arab. Apalagi
kedatanagn bangsa Yahudi tersebut membuat ribuan warga Palestina mengungsi dan
terusir dari negaranya sendiri.
PBB Sendiri sebenarnya sempat
mengeluarkan solusi yang cukup adil yaitu dengan membagi wilayah tersebut dalam
dua bagian dengan Jerrusalem yang menjadi pusat konflik sebagai kota
International. Namun, partition Plan ini tidak pernah berjalan, pasalnya tiga
hari kemudian Israel justru mendeklarasikan berdirinya negara Israel dengan
David Ben Gurion sebagai presidennya.
Pendirian negara Israel ini sendiri
memancing kemarahan negara-negara Arab yang kemudian mendeklarasikan perang
pada tahun 1948 – 1967 yang dimenangi Israel dengan bantuan Amerika Serikat.
Namun, walaupun sampai hari ini belum
ada kesepakatan damai antara kedua negara. Sudah banyak berbagai perundingan
yang dilaksanakan oleh kedua negara. Perundingan pertama yang dilaksanakan
adalah Konferensi Madrid tahun 1991 yang juga menjadi perundingan pertama
antara kedua negara yang difasilitasi pemerintah Spanyol serta didukung A.S.
dan Uni Sovyet.
Dalam proses negosiasi ini, Israel
membuat Revokasi dari Resolusi PBB no. 3379 sebagai partisipasi mereka dalam
konferensi sebagai kelanjutan dari resolusi no.46/86. Israel sendiri menyatakan
konferensi ini sangat penting, karena apabila Israel berhasil berdamai dengan
palestina maka akan berpengaruh terhadap hubungan diplomatik mereka dengan
negara lain terutama negara Muslim dan Timur Tengah.
Namun perundingan yang dimaksudkan
dengan baik ini berjalan dengan alot dan pada akhirnya tidak menghasilkan
apa-apa selain kekecewaan dari kedua belah pihak baik Israel maupun Palestina.
Namun walau tidak menghasilkan apa-apa, Sekretaris negara Amerika Serikat,
James Baker memandang positif konferensi ini sebagai langkah awal menuju
perdamaian di Timur Tengah.
Namun dua tahun kemudian perundingan
damai kedua negara kembali dilakuakn di Oslo dengan nama Oslo Accord 1993.
Dalam perundingan Oslo tersebut pimpinan PLO Yasser Arafat dan PM Israel, Yitzhak
Rabin hadir difasilitasi oleh Bill Clinton.
Dalam kesepakatan ini kedua negara
sepakat untuk berdamai dan mengakui kedaulatan masing-masing. Israel akan
mengakui PLO sebagai otoritas berkuasa di Palestina serta mengizinkan Yasser
Arafat kembali ke Tepi Barat, serta menghilangkan kekerasan diantara kedua
belah pihak. Namun, perjanjian yang sudah bagus dan damai ini justru dirusak
oleh kelompok ekstrim kanan Israel yang sangat Zionis. Pada akhirnya kesepakatn
ini tidak berjaan bahkan PM Yitzhak Rabin harus tewas ditangan Ekstremis Yahudi
karena menyetujui kesepaktan ini. Sehingga perundingan yang sudah berjalan
terpaksa batal karena arogansi Parlemen Israel yang rata-rata menganut paham
Zionis.
Mandeknya Oslo Accord ini kemudian berlanjut
ke Protokol Hebron pada tahun 1997. Protokol ini sendiri dibagi dalam 5 segmen.
Yaitu :
1. The Agreed Minute of January
7, 1997
2. The Note for the Record of
January 15, 1997
3. The actual Protocol Concerning
the Redeployment in Hebron of January 17, 1997
4. A Letter to be provided by US Secretary of State Warren Christopher to Benjamin Netanyahu at the
time of signing of the Hebron Protocol on January 17, 1997
5. An Agreement on Temporary
International Presence in Hebron (TIPH) on January 21, 1997
Dalam
perundingan ini, Israel berkonsentrasi pada masalah pembebasan tahanan serta
pembagian batasan wilayah. Serta menuntut wilayah yang lebih luas. Sedang PLO
yang mewakili Palestina meminta kelanjutan dari palestina Charter serta
pengurangan tingkat kekerasan yang dilakukan oleh Israel.
Setelah
Protokol Hebron. Perundingan dilanjutkan pada tahun 2000 bertempat di Camp
David, A.S. tempat dimana Israel melaksanakan perjanjian damai dengan Mesir.
Dimana, diharapkan masalah Israel – Palestina akan selesai layaknya masalah
Israel – Mesir. Dalam negosiasi ini, Israel diwakili PM Ehud Barak, sedang PLO
Diwakili Yasser Arafat dan Amerika Serikat memediasi diwakili Presiden Bill
Clinton.
Yang
menjadi topic bahasan dalam Camp David Summit ini menyangkut empat hal yaitu :
1.
Teritorial
2.
Jerrusalem
dan Temple Mount
3.
Pengungsi
dan hak untuk kembali
4.
Perhatian
terhadap keamanan Israel
Namun,
lagi-lagi kesepakatan ini menemui jalan buntu karena baik Israel maupun
Palestina sama-sama tidak mencapai titik kepuasan sendiri. Palestina merasa
kurang mengeai Masalah Teritori dimana mereka hanay diberikan wilayah yang
hingga saat ini hanya Tepi Barat dan Gaza. Sedang Israel menginginkan wilayah
lebih. Barak menawarkan Palestina 91% wilayah Jalur Gaza dan Tepi Barat plus
control atas jerrusalem Timur yang akan menjadi ibukota mereka.Namun Palestina
menuntut perbatasan seperti sebelum tahun 1967, dimana ketika itu wilayah
Palestina berjumlah 2 kali lipat wilayah yang ditawarkan Israel. Namun, Menlu
Israel Shlomo Ben Ami menolak perbatasan seperti sebelum 1967, karena meraa
Israel berhak atas teritori yang lebih. Dan mandeknya perundingan ini, membuat
Bill Clinton menyalahkan Arafat dengan ucapan bahwa Arafat menolak perdamaian.
Namun
kendati gagal menemukan titik temu perdamaian setidaknya ada beberapa poin yang
berhasil dicapai. Yaitu :
1.Kedua belah pihak sepakat bahwa tujuan negosiasi
mereka adalah untuk mengakhiri dekade konflik
dan mencapai perdamaian yang adil dan abadi.
2. Kedua belah pihak berkomitmen untuk melanjutkan upaya mereka untuk mencapai kesepakatan tentang semua isu status permanen secepat mungkin.
3. Kedua belah pihak sepakat bahwa perundingan berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 242 dan 338 adalah satu-satunya cara untuk mencapai suatu perjanjian dan mereka berjanji untuk menciptakan lingkungan untuk negosiasi bebas dari tekanan, intimidasi dan ancaman kekerasan. 4. Kedua belah pihak memahami pentingnya menghindari tindakan sepihak bahwa sebelum memeriksa hasil negosiasi dan bahwa perbedaan mereka akan diselesaikan hanya dengan negosiasi itikad baik.
5. Kedua belah pihak sepakat bahwa Amerika Serikat tetap menjadi mitra penting dalam mencari perdamaian dan akan terus berkonsultasi erat dengan Presiden Clinton dan Sekretaris Albright pada periode ke depan.
2. Kedua belah pihak berkomitmen untuk melanjutkan upaya mereka untuk mencapai kesepakatan tentang semua isu status permanen secepat mungkin.
3. Kedua belah pihak sepakat bahwa perundingan berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 242 dan 338 adalah satu-satunya cara untuk mencapai suatu perjanjian dan mereka berjanji untuk menciptakan lingkungan untuk negosiasi bebas dari tekanan, intimidasi dan ancaman kekerasan. 4. Kedua belah pihak memahami pentingnya menghindari tindakan sepihak bahwa sebelum memeriksa hasil negosiasi dan bahwa perbedaan mereka akan diselesaikan hanya dengan negosiasi itikad baik.
5. Kedua belah pihak sepakat bahwa Amerika Serikat tetap menjadi mitra penting dalam mencari perdamaian dan akan terus berkonsultasi erat dengan Presiden Clinton dan Sekretaris Albright pada periode ke depan.
Setidaknya
dengan tercapainya hal diatas ada itikad dari kedua belah pihak untuk menyelesaikan
konflik dengan jalan damai, walau pemerintah Zionis sendiri dengan egonya
menolak apa ayng sudah diperjanjikannya.
Perundingan
kemudian dilanjutkan dengan pertemuan di Taba, Mesir yangdisebut sebagai Taba
Summit pada tanggal 21 – 27 Januari 2001. Masalah yang dibahas dalam
perundingan Taba sendiri tidak jauh berbeda mulai dari teritori, pengungsi
hingga keamanan.
Pertemuan
ini sendiri menghasilkan beberapa hal yang pada akhirnya dijadikan landasan
pada pertemuan berikutnya, yaitu :
# Yerusalem: negosiator Israel disampaikan kepada Palestina gagasan untuk menciptakan sebuah rezim internasional khusus untuk "Cekungan
suci" - sebuah daerah termasuk
Kota Tua dan
beberapa daerah di luar tembok termasuk makam
Bukit Zaitun. Palestina
menolak proposal itu, bersikeras pada kedaulatan
Palestina sebagai gantinya.
# Wilayah dan permukiman:
Israel mengurangi tuntutannya sampai 6% dengan
kompensasi teritorial yang akan mengimbangi
sekitar 3%, sedangkan
Palestina mengusulkan pencaplokan Israel dari
sekitar 3% bersama dengan kompensasi teritorial
jumlah yang sama. Usulan Israel akan memberi
Palestina sekitar 97% dari luas tanah
Tepi Barat, tapi tidak ada kesepakatan akhir.
# Pengungsi komite: pengungsi Arab dari
Israel dan jumlah yang sama pengungsi Yahudi
dipaksa keluar dari negara-negara Arab, masalah
dating kembali ke 1948 Perang Arab-Israel. Menteri Kehakiman
Israel Yossi Beilin
melaporkan bahwa perunding
Palestina Nabil Sha'ath,
mencapai kesepakatan mengenai hak Palestina
Ahmed Qurei kembali
namun bersikeras pada
Palestina 'Hak Kembali.
Mentoknya
perundingan membuat perundinga nkembali dilanjutan pada tahun 2007 di
Annapolis, dimana kondisinya saat itu sudah berubah pada masa itu, Hamas,
kelompok Radikal di Palestina memenangi Pemilu. Dimana Hamas sangat menolak
bentuk negosiasi apapun dengan Palestina. Perwakilan Palestina di pertemuan
Annapolis sendiri adalah PM Palestina versi Fatah, Mahmoud Abbas bukan Ismail
Haniyah yang merupakan PM Palestina sebenarnya.
Dalam
konferensi Annapolis ini tidak ada hal baru yang bsia dihasilkan selain
mengakui Mahmoud Abbas sebagai pemimpin otoritas Palestina. Dan semakin memecah
Palestina menajdi dua yaitu Tepi Barat oleh Fattah dan Jalur Gaza oleh Hamas.
Permasalahan
Israel – Palestina sendiri akan sangat sulit untuk selesai karena selain
masalah ideology. Masalah tanah dan sumber air juga diyakini sebagai penyebab
sulitnya masalah ini selesai. Paham Zionis yang menginginkan Israel sebesar
Wilayah mereka di era nabi Ibrahim dari Sungai Eufrat hingga Tigris diduga
menjadi penyebab sulitnya proses negosiasi. Dimana proses negosiasi selalu
berat sebelah dan menguntungkan Israel serta merugikan Palestina.
Sehingga proses perundingan ini
sendiri akan selalu mengalami proses tarik ulur karena titik temu tidak dapat tercapai dan pihak Israel sebagai pihak
yang kuat selalu memaksakan kehendaknya. Sebagaimana kita ketahui bahwa Kesepakatan yang baik adalah bilamana konsensi yang
dibuat oleh salah satu pihak tidak berlawanan dengan kepentingan pihak lainnya.Namun yang terjadi dalam kasus Israel – Palestina
justru sebaliknya dan selalu merugikan satu pihak yaitu Palestina sehingga
diharapkan kerendahan hati dari Israel apabila proses negosiasi damai ingin
tercapai.
cHINA fOREIGN pOLICY
- Cina sejak Deng Xiaoping. Deng Xiaoping, also Teng Hsiao-p’ing (1904-1997), Chinese Communist leader, who survived two purges to become virtual ruler of post-Mao China. He was born into a family of landlords in Jiading (Chia-ting), Sichuan (Szechwan) Province, studied in France and Moscow during the 1920s, and after his return to China served the Communist Party in various capacities, joining Mao Zedong in Jiangxi by 1930 and participating in the Long March in 1934-1935. During China’s struggle against Japanese aggression (1937-1945), Deng served as a political commissar with the army, being elevated to the Communist Party’s Central Committee in 1945.
After the collapse
of the Nationalist regime and the establishment of the Communist government in
1949, Deng moved up rapidly in the Communist hierarchy under Mao’s patronage,
serving as vice-premier (1952) and General Secretary of the Chinese Communist
Party (1956-1966). Deng distinguished himself as a pragmatist in opposition to
Mao’s advocacy of revolutionary zeal, especially after the disastrous failure
of Mao’s Great Leap Forward, and was therefore exposed to radical attacks
during the Cultural Revolution. Stripped of office during the Cultural
Revolution in late 1966, he disappeared from view until Zhou Enlai made him
deputy premier in 1973. On Zhou’s death early in 1976, Mao’s radical allies,
the Gang of Four, had Deng purged again, but after Mao’s death and their fall
later that year, he was reinstated by Hua Guofeng in 1977. He edged Hua out of
power, installed his protégés Zhao Ziyang and Hu Yaobang in high office, and
began his campaign for the redevelopment of China.
Deng’s reforms were
generally economic and social, aimed at encouraging initiative and growth, and
achieved through persuasion and consensus. He rationalized economic planning,
freed enterprises from state control, and reinstated profit as the guiding
principle of economic life. His overall aim was to strengthen and stabilize China, thus
securing Communist rule. China
joined the International Monetary Fund and the World Bank in 1980; special
enterprise zones and other initiatives were established to attract foreign
investment. Deng’s official appointments as chairman of the party’s Central
Military Commission (1981-1989) and of the party’s Central Advisory Commission
(1982-1987) disguised his true position, though his control of the military was
decisive for his leadership. In foreign
policy, he developed close ties with Japan and the United States
as a counterbalance to the Soviet Union.
Deng’s policies
produced rapid economic development, but also unleashed unforeseen social
turmoil and political aspirations, as it became clear that he had no intention
of compromising the Communist Party’s absolute power. Deng personally approved
the bloody massacre that ended the mass pro-democracy demonstrations in Tiananmen Square in 1989, and purged his one-time protégé
Zhao Zhiyang, who had proved too sympathetic towards the pro-democracy
movement. Deng resigned from his last official post in November 1989, but
retained paramount authority, continuing to promote growth under the slogan “to
grow rich is glorious”, while suppressing democratic aspirations and preserving
the Communist monopoly of power under political conservatives such as Li Peng.
After 1989, China’s economic boom continued, as did an apparent haemorrhaging
of central authority to the regions, and the political calm of this period was
evidently the result of present or implied force, ultimately underwritten by
Deng’s own links with the military. He continued to support rapid economic
expansion, especially in China’s
provinces, while he was able to conduct active policy; but in the mid-1990s,
suffering from respiratory ailments and Parkinson’s disease, he increasingly
slipped from public view, amid reports of jockeyings for power among younger
Communist leaders such as Li Peng and Jiang Zemin. Having installed Jiang as
his heir apparent, Deng died on February
19, 1997, after a long period of illness.
Langganan:
Postingan (Atom)